Oleh Mohamad Sinal
Terdapat kisah bukan hanya tentang kehormatan seragam atau pangkat semata. Terjadi dalam lembaran kehidupan seorang perwira tinggi yang mengabdi pada negeri. Sebuah keyakinan mendalam yang bersemayam di relung hati.
Ia adalah Marsma TNI Fairlyanto, seorang perwira tinggi yang menemukan kekuatan terbesar dalam hidupnya. Bukan hanya dalam disiplin militer, tetapi dalam lembaran kita suci Al-Qur’an. Sebuah mukjizat agung yang kemudian menjadi penuntun langkahnya.
Ketika langit menjadi saksi bisu dan angin berbisik lirih, Fairlyanto pernah dihadapkan pada peristiwa yang mengguncang nurani. Sebuah kecelakaan pesawat yang nyaris merenggut nyawanya. Kala itu, flight pesawat Tucano yang dinaikinya masuk dalam lintasan lereng Gunung Bromo yang cukup berawan.
Masing-masing pesawat split untuk keluar dari gumpalan awan tersebut. Namun, dua pesawat menghantam keras lereng Gunung Bromo, sementara dua pesawat lainnya selamat kembali ke home base.
Dalam situasi yang mencekam, di tengah kepanikan yang semestinya melumpuhkan akal sehat, hanya lantunan ayat suci yang membimbingnya tetap tenang.
Ia tidak berbicara tentang keajaiban semu atau kebetulan belaka. Ia menyebutnya sebagai mukjizat Al-Qur’an, keajaiban yang tak terlihat oleh mata, tetapi nyata dirasakan dalam jiwa.
“Ketika pesawat itu kehilangan kendali, hanya ada ayat-ayat Allah yang terlintas di benak saya. Sebuah pegangan hidup yang menjadi sandaran kala dunia terasa goyah,” ucapnya penuh syukur.
Al-Qur’an: Cahaya dalam Gelap, Penuntun dalam Badai
Marsma Fairlyanto tidak sekadar membaca Al-Qur’an sebagai bacaan ritual belaka. Baginya, setiap huruf adalah getaran yang menghidupkan jiwa. Setiap ayat adalah kompas yang menunjukkan arah kehidupan yang penuh makna.
Di dalamnya terdapat kebijaksanaan abadi. Tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Namun, juga mengatur bagaimana seseorang harus berani, jujur, dan adil dalam setiap langkah.
Ia mengutip Surat As-Saffat ayat 142-144 yang mengisahkan keselamatan Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan paus. Ia mengatakan bahwa kekuatan doa dan keteguhan iman mampu merubah takdir.
Prinsip ini bukan sekadar keyakinan pribadi, melainkan telah meresap dalam setiap tindakan. Dalam setiap perintah yang ia berikan serta langkah kepemimpinan yang ia tunjukkan.
Bagi Fairlyanto, Al-Qur’an bukan hanya kitab yang tersimpan rapi di lemari atau sekadar penghias rak buku. Al-Qur’an adalah teman setia, sahabat dalam sunyi, dan penasehat dalam kebimbangan.
Setiap pagi, ia memulai harinya dengan membacanya. Membiarkan setiap lafaznya meresap, menenangkan jiwanya, dan menjadi energi spiritual dalam mengemban amanah sebagai perwira tinggi TNI.
Ketika mengemban tugas sebagai Komandan Lanud Abd. Saleh, ia memegang teguh prinsip keadilan yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Bahwa kekuasaan bukanlah sekadar hak, melainkan tanggung jawab besar yang harus dijalani dengan penuh kejujuran dan kasih sayang.
Mukjizat yang Tak Terlihat, Namun Dapat Dirasakan
Mukjizat Al-Qur’an yang dirasakan Fairlyanto tidak selalu hadir dalam bentuk spektakuler. Ia hadir dalam ketenangan batin saat menghadapi keputusan sulit.
Dalam keberanian ketika berhadapan dengan risiko serta dalam rasa syukur yang mendalam saat selamat dari maut. Baginya, mukjizat sejati adalah ketika hati mampu tetap bersujud dalam keadaan lapang maupun sempit.
Perjalanan hidupnya mengajarkan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat yang hidup dalam setiap insan yang bersedia membuka hati.
Bukan hanya dalam momen luar biasa, tetapi dalam keseharian yang sederhana. Dalam diamnya, Al-Qur’an berbicara kepada jiwa yang rindu kebenaran. Dalam sunyinya, ia menjadi cahaya bagi mereka yang mencari makna sejati kehidupan.
Marsma Fairlyanto tidak ingin kisah ini berhenti pada dirinya. Ia mengajak generasi muda untuk merasakan mukjizat yang sama.
Dalam era modern yang penuh dengan hiruk-pikuk pencapaian duniawi, ia mengingatkan dua hal. Pertama, bahwa kesuksesan sejati tidak terletak pada harta atau gelar. Kedua, kesuksesan itu hadir dalam ketenangan jiwa yang bersandar pada firman-Nya.
“Ketika dunia menawarkan gemerlap yang menyesatkan, kembalilah pada Al-Qur’an. Di sanalah terdapat cahaya yang tak pernah padam. Jawaban yang tak pernah basi dan ketenangan yang tak pernah sirna,” pesannya penuh harap.
Ia mengingatkan setiap insan, khususnya mereka yang berada di puncak karier atau mengemban amanah besar.
Pesannya agar mereka tidak melupakan Al-Qur’an sebagai panduan utama. Karena kekuatan sejati bukan hanya terletak pada fisik yang kokoh atau pangkat yang tinggi, melainkan pada hati yang terpaut dengan Kalamullah.
Al-Qur’an, Mukjizat yang Hidup dalam Dada
Kisah Marsma TNI Fairlyanto mengajarkan kita bahwa mukjizat Al-Qur’an nyata adanya. Ia bukan sekadar cerita masa lalu yang terdapat dalam sejarah. Mukjizat itu hidup dalam setiap ayat yang dibaca dengan iman. Dalam setiap nilai yang diamalkan dengan ikhlas, dan dalam setiap detik yang diisi dengan doa.
Melalui pengalamannya, kita (pembaca) diajak merenungi kembali makna mukjizat yang sesungguhnya. Bahwa keselamatan, ketenangan, dan keberanian sejati bukanlah hasil dari kekuatan manusia semata. Ia adalah bukti nyata perlindungan Allah bagi mereka yang menjadikan firman-Nya sebagai pegangan hidup.
Semoga kisah inspiratif ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk senantiasa mendekatkan diri pada Al-Qur’an. Menjadikannya cahaya dalam gelap. Kompas yang menuntun langkah kita menuju kebahagiaan hakiki, dunia dan akhirat.
Mohamad Sinal adalah dosen Polinema, ahli bahasa hukum, serta Pendiri dan Pembina Pena Hukum Nusantara (PHN), Forum dan Wadah Mahasiswa Fakultas Hukum se-Indonesia.