Batam, Gurindam.id – Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto diminta untuk segera menyikapi posisi, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi menyusul munculnya gugatan PTUN terhadap jabatan Kepala BP Batam yang secara ex-officio dijabat oleh Walikota Batam, Muhammad Rudi itu.
“Mumpung yang bersangkutan datang ke Batam, sebaiknya ada pihak-pihak yang menyampaikan langsung ke Bapak Airlangga Hartarto, selaku Ketua Dewan Kawasan sekaligus Menko Perekonomian,” kata Ketua LSM Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) Ta’in Komari SS, kepada sejumlah media, Jum’at, 24 Juni 2022.
Pria yang akrab disapa Cak Ta’in itu mengatakan, pernyataan ahli hukum Tata Negara Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam DR. Emy Hajar Abra SH.MH, yang mengatakan bahwa jabatan Muhammad Rudi sebagai Kepala BP Batam ex-officio Walikota Batam itu batal demi hukum, lantaran tidak didasari dengan SK pengangkatan, sudah cukup bagi Airlangga Hartanto untuk mengambil sikap melakukan pendalam terhadap kasus tersebut.
Sebelumnya, ahli hukum Tata Negara Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam DR. Emy Hajar Abra SH.MH pada persidangan PTUN di Batam Rabu (15/6) lalu saat menjadi saksi ahli penggugat SKEP PT. Guthrie Jaya Indah Island Resort, mengatakan jabatan kepala BP Batam, batal demi hukum, karena tidak didasari dengan SK pengangkatan setelah menjabat walikota Batam pada periode kedua.
“Jabatan Walikota Batam 2016-2021, Muhammad Rudi demisioner per 14 Maret 2021 – maka secara bersamaan jabatan sebagai Kepala BP Batam juga demisioner. Rudi kemudian dilantik sebagai walikota periode keduanya per 15 Maret 2021, tapi dia tidak ditetapkan dan dilantik sebagai Kepala BP Batam, namun secara defacto Rudi menjalankan tugas-tugas dan kewenangan seolah-olah sebagai Kepala BP Batam,” kata mantan dosen Unrika itu.
Ditambahkan Cak Ta’in, proses hukum itu menjadikan posisi jabatan Kepala BP Batam menjadi status quo sehingga perlu segera dilakukan tindakan hukum agar masyarakat bisa mendapatkan jaminan hukum dan kepastian hukum.
“Persoalan status quo itu juga secara tersurat dan tersirat menempatkan jabatan Kepala BP Batam tidak memiliki landasan hukum meskipun secara defacto dia menjalankan tugas-tugas dan kewenangan seolah-olah sebagai Kepala BP Batam. Artinya ini tidak clear dan menjadikan situasi yang tidak pasti sampai ada putusan hukum yang tetap,” papar Cak Ta’in.
Mantan jurnalis itu menegaskan, bahwa selain upaya hukum melalui PTUN terhadap SKEP tersebut, masih ada ruang lainnya untuk melakukan gugatan hukum jalur Judisial Review atas PP 62/2019 ke Mahkamah Agung.
”Ada ruang lain untuk meluruskan aturan yang ada sehingga tidak menimbulkan ambigu atau multi tafsir. Maka sebelum ada kekacauan yang lebih besar secara hukum akibat status quo itu, menko perekonomian perlu memperhatikan dan mempertimbangkan kebijakan lainnya, ” pungkas Tain.
Sementara itu, pengacara penggugat, Ir Ahmad Hambali, SH mengatakan berdasarkan fakta persidangan jabatan ex-officio Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, batal demi hukum, karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Ini sudah menjadi fakta persidangan,” ungkapnya saat menghubungi redaksi Gurindam.id, Jumat malam, 24 Juni 2022.
Dia mengatakan, dengan kedatangan Menko Perekonomian yang juga selaku Ketua Dewan Kawasan, akan membuka tabir terkait PP 62 tahun 2019, terkait SK Penetapan ex-officio yang dipertanyakan.
“SK Penetapan itu harus ada. Karena diperiode pertama ada SK penetapannya dan pelantikan ex-officio oleh Menko Perekonomian saat itu pak Darmin Nasution. Tapi pada periode kedua ini Walikota Batam sebagai ex-officio tidak ada. Ex-officio Walikota Batam itu, tidak secara otomatis Kepala BP Batam, berdasarkan PP 62/2019 pasal 2A ayat 1c, disebutkan sesuai peraturan perundang-undangan, dan negara kita adalah negara hukum,” tegasnya.
Menurut Hambali, kasus Kepala BP Batam saat ini mirip dengan kasus Jaksa Agung Hendarman Supandji yang digugat Yusril Ihza Mahendra tahun 2010 lalu di MK.
“Kasusnya ini mirip bahkan sama seperti kasus Jaksa Agung Hendarman Supandji yang digugat Yusril Ihza Mahendra tahun 2010 lalu di MK,” kata Hambali.
Menurutnya, kasus Hendarman Supandji tersebut dapat menjadi juris prudensi hukum tata usaha Negara, karena hampir sama, hanya tingkat aturannya yang berbeda.
Yusril menggugat salah satu pasal UU 22 tahun 2006 tentang kejaksaan karena Sprindik JAMPidsus, sementara PTUN terhadap SKEP di Batam dikeluarkan Kepala BP Batam yang diatur PP 62/2019.
(tim)