PT.GURINDAM MEDIA KEPRI- Mencerdaskan & Memuliakan

Berawal Dari Cuitan Berujung Laporan: Kritik UU Cipta Kerja

Mencerdaskan & Memuliakan - Desember 18, 2021
Berawal Dari Cuitan Berujung Laporan: Kritik UU Cipta Kerja
 - (Jihan Novi Diyanti)
RajaBackLink.com
Editor Redaksi

OPINI OLEH :
JIHAN NOVI DIYANTI
MAHASISWA SEMESTER 3
PRODI ADMINISTRASI PUBLIK
STISIPOL RAJA HAJI TANJUNGPINANG

Di zaman yang serba digital ini, penggunaan media sosial sebagai salah satu sarana berkomunikasi semakin meningkat dan tak bisa dihindari.

Tak hanya sebagai sarana berkomunikasi biasa saja, namun juga dijadikan platform untuk beradu argumen atau mengomentari suatu hal. Namun dalam berkomentar di media sosial terdapat beberapa etika yang harus ditaati untuk menghindari singgungan dengan orang atau institusi lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Buntut dari kurang hati-hati dalam menggunakan platform media sosial akan bisa berimbas paling buruk adalah berurusan dengan hukum, dan itu akan jadi sangat merepotkan untuk kedepannya.

Seperti halnya yang sedang terjadi pada salah satu wakil rakyat Indonesia, Fadli Zon yang menjabat sebagai Anggota Komisi 1 DPR dari Fraksi Partai Gerindra.

Beliau pada hari Senin, tanggal 29 November 2021 dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Laporan ini diajukan oleh mantan Kader Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), Teddy Gusnadi.

Teddy melaporkan Fadil atas cuitannya di twitter yang berbunyi “UU ini harusnya batal karena bertentangan dengan konstitusi n banyak masalah sejak awal proses.

Terlalu banyak “invisible hand”. Kalau diperbaiki dalam 2 tahun artinya tak bisa digunakan yang belum diperbaiki.” (source : Twitter @fadlizon).

Berdasarkan pernyataan Teddy, pokok laporan ini adalah terkait dengan balasan komentar Fadli Zon pada Sabtu, 27/11/2021 di akun twitter miliknya, yang menjawab twittan dari media Tempo pada Jumat, 26/11/2021.

Teddy menyinggung tugas Fadli sebagai anggota DPR, yaitu membentuk UU oleh karena itu kata dia, seharusnya Fadli menghormati UU Cipta Kerja sebagai produk hasil legislasi DPR.

“Bukan membuat framing dengan menuding seolah-olah produk UU Cipta Kerja hasi legislasi tersebut adalah negatif atau buruk, seharusnya Fadli memberikan usul dan saran yang positif dalam proses pembahasan di DPR.” Tambah Teddy lagi.

Baca Juga  Revolusi ala Erdogan dan Harapan Umat

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dapat terlihat bahwa sedang ada pertikaian di “Kursi Atas”. Pertikaian yang berawal dari hal yang seharusnya tidak menjadi pemicu masalah sampai seperti ini.

Pelaporan Fadli ke MKD DPR oleh Teddy menunjukkan bahwasanya alur komunikasi di antara para “wakil rakyat” masih sangatlah buruk.

Bukankah terdapat rapat yang bernama “Rapat Paripurna?”. Rapat anggota yang dipimpin oleh pimpinan DPR dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPR
RI (source: https://www.dpr.go.id/setjen/index/id/Tentang-BAGIAN-PERSIDANGANPARIPURNA )

Fadli Zon sebagai salah satu anggota DPR pastinya juga mengikuti rapat tersebut, dan pembahasan tentang UU Cipta Kerja pasti juga menjadi salah satu agenda yang sudah dibahas dan disetujui melalui rapat tersebut.

Lalu kemudian, mengapa beliau yang seharusnya menjadi panutan dalam bertutur kata dan berperan membuat rakyat merasa aman, malah menjadi lebih seperti provokator dalam hal ini.

Seharusnya, jika ada pemikiran kurang setuju dengan UU CIPTAKER, pada saat rapat tersebut dia mengajukan keberatannya, atau jika rasa keberatannya baru muncul di saat keputusan sudah keluar, Fadli sebagai anggota yang bijaksana seharusnya mencari jalan keluar untuk permasalahan tersebut.

Memang UU yang sudah disahkan tidak dapat dibatalkan, namun dapat di ringankan dengan pengeluaran Perpu oleh Presiden, nah disinilah perannya sebagai pemberi saran untuk bagaimana agar UU ini tidak terlalu memberatkan rakyat dan pihak lainnya.

Dengan cara Fadli Zon yang mengeluarkan aspirasinya melalui cuitan twitter, malah akan berpotensi semakin memperburuk keadaan yang ada.

Apalagi saat ini sudah ada aksi unjuk rasa dari rakyat tentang ketidaksetujuan terhadap UU CIPTAKER, hal ini akan malah menambah alasan rakyat untuk semakin tidak percaya pada pemerintah dan kerusuhan akan semakin marak terjadi dan bisa saja berakibat fatal sampai munculnya korban jiwa.

Baca Juga  Tahun 2021: Optimisme VS Pessimisme Bagian-01

Apalagi statementnya yang mengatakan bahwa “Terlalu banyak invisible hand” kalimat ini sangat sensitif karena akan menimbulkan prasangka buruk yang tertuju kepada pemerintah dan akan membuat rakyat semakin merasa bahwa mereka tidak bisa mempercayai wakil rakyat mereka.

Wakil yang harusnya menjadi jembatan bagi rakyat dengan pemerintah di atas sana.

Bukannnya melarang Fadli untuk bersimpati pada rakyat, namun setidaknya sebagai seseorang yang notabenenya lebih berpengatahuan di bidang politik dan kenegaraan,alangkah lebih baik apabila beliau lebih berhati-hati dalam bertutur dan bertidak.

Menanamkan rasa aman kepada rakyat akan membuat jalan perombakan atau penyesuaian UU ini malah mungkin berjalan lebih efektif dan efisien.

Tindakan Teddy juga tak bisa dibilang benar, dengan melaporkan Fadli Zon ke MKD DPR, malah akan semakin mengangkat berita tentang permasalahan UU CIPTAKER dan hal ini diperparah dengan berita yang dikeluarkan oleh media massa.

Pada awalnya permasalahan ini hanya bermasalah dan berdampak pada sedikit orang saja, mayoritas generasi muda, yang memiliki media sosial. Namun, setelah berita ini naik ke permukaan maka akan beda lagi ceritanya.

Kini berita itu akan terdengar hingga sampai ke telinga generasi yang yang sudah berumur dan tidak menggunakan media sosial.

Keresahan akan hidup yang tak menentu akibat kondisi pandemi yang tak kunjung berakhir malah belum selesai, malah ditambah dengan keresahan akan nasib mereka nantinya melalui berita-berita yang simpang siur dan komentar yang kurang bijaksana dari orang yang diharapkan paling bijaksana.

Hal ini akan bisa berakibat fatal pada kesehatan mereka dan juga hal ini berimbas pada munculnya aji mumpung atau orang-orang yang akan memanfaatkan kesempatan ini untuk keuntungannya sendiri dengan cara menambahkan api ke dalam rumor yang ada dan membuat tingkat kerusuhan semakin meningkat tak terkendali nantinya.

Baca Juga  Imam Shamsi Ali: And the World is Again Silent

Seharusnya dari kedua pihak, baik pelapor maupun terlapor yang berasal dari latar belakang pendidikan yang tinggi diimbangi dengan tata cara berpikir yang lebih teratur dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

Alangkah lebih baik apabila segala sesuatu yang berpotensi menambah permasalahan dan kecemasan dari rakyat diminimalisir sebisa mungkin.

Permasalahan ini sebenarnya bisa dinegosiasikan dengan pertimbangan apabila dari salah satu pihak mau mengalah dan mundur dari awal.

Membawa masalah ini ke ranah hukum akan berdampak kuat pada potensi meningkatnya kecemasan dan trust issues rakyat kepada pemerintah.

Apalagi unjuk rasa di saat pandemi seperti ini akan berpotensi tinggi dalam penularan Covid-19, karena orang banyak yang berkumpul di satu tempat dan berdesakdesakkan dan tak sedikit orang yang tidak menggunakan masker dan melanggar protokol kesehatan yang sudah ditentukan pemerintah.

Pada akhirnya, pertengkaran antar aparatur negara seharusnya tidak menjadi konsumsi publik.

Sementara negara lain berlomba-lomba untuk memperbaiki infrastruktur negaranya dan kembali membangun perekonomian negara yang sempat hancur dikarenakan terjangan pandemi Covid-19, aparatur negara kita masih sibuk dengan pertengkaran yang tak berdasar dan meresahkan rakyat.

Ironi yang sangat menyayat hati, fokus yang utama saat ini seharusnya adalah rakyat dan kenyamanan rakyat di tengah pandemi, bukannya perdebatan yang tak berarti.

(**)

Click Bener Subscribe youtube Gurindam.id

Tinggalkan Komentar

LIKE FANPAGE

Our Visitor

100598
Users Last 30 days : 2380
Users This Month : 1832
Views This Year : 8576
Who's Online : 0
Your IP Address : 216.73.158.160
Server Time : 2023-03-25
Baca Informasi Berita Aktual Dari Sumber terpercaya