GURINDAM.ID- Sejak pertengahan bulan lalu, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang jenis dan tarif terkait pengelolaan Penerimaan Negara Bukan pajak (PNBP) sektor kelautan dan perikanan.
Penerapan aturan yang memuat objek kena pajak di bidang perikanan itu dianggap bisa menjadi pisau bermata dua yang bisa memberatkan Nelayan.
Belum lama ini para Pengusaha kapal ikan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), curhat bersama wakil Rakyat Asal Kepri Cen Sui Lan. Cen Sui lan berjanji akan merespon keluhan Para Pengusaha Dunia perikanan di Provinsi Kepri.
Pangkal keluhan nelayan, ialah penerapan PP No 85./2021dan No. 86/2021, dengan turunannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 86/2021 dan No. 87/2021 tentang produktivitas kapal penangkap ikan.
Cen Sui Lan dan Alien Mus, masing-masing, anggota Fraksi Golkar di DPR turun merespon keluhan nelayan itu.
Sui Lan menilai, aturan tersebut sangat memberatkan nelayan dan pengusaha kapal ikan. Menurutnya, aturan itu seharusnya dibuat untuk meringankan beban masyarakat, bukan malah kebalikannya.
Mengingat, kenaikan PNBP hingga 400 persen dari Kementerian KKP atas kapal ikan tangkap ini dipastikan akan berimbas pada ketidakmampuan pengusaha ikan di Kepri untuk melaut.
“Setelah menyerap aspirasi ini, akan kita tindaklanjuti ke komisi-komisi yang ada di DPR RI yang tentunya bermitra dengan kita,” ujar Cen Sui Lan belum lama ini.
Cen menambahkan, DPR RI bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa menggelar raker dan meminta agar adanya penundaan hingga pembatalan Kepmen No 86 dan 87 Tahun 2021 ini.
Cen ditemani Alien Mus, menyebut aspirasi nelayan itu menjadi perhatiannya. Apalagi keluhan merata terdengar di Batam, Karimun, Natuna, Bintan, Anambas dan Lingga.
Alien Mus, pada kesempatan itu, berjanji akan meneruskan aspirasi mereka ke Menteri Kelautan dan Perikanan.
Dia juga meminta Menteri dan Dirjen Penangkapan Ikan hadir ke Batam mencarikan jalan tengah terbaik demi ekosistem industri perikanan di Tanah Air.
“Kita mengharapkan nelayan dan pemilik kapal ikan tangkap dapat melaksanakan usaha dengan baik, dan negara (juga) dapat PNBP untuk kelangsungan pembangunan,” kata Alien.
Sebelumnya, pada kesempatan sama, Atak perwakilan pengusaha kapal ikan tangkap dari Kota Batam sejak lama memenuhi kebutuhan ikan bengol bagi warga Kepri.
Dirinya mengaku kapal Tangkap dan kapal penampung banyak beroperasi di Laut Natuna Utara WPP 711 curhat ke wakil rakyat atas ketentuan baru dikeluarkan kementerian kelautan.
“ Tolong bantu kami, Bu. Agar masalah ini dicarikan solusinya, kita sadari semua pandemi global berkepanjangan ini telak memukul semua sektor yang ada apalagi saat ini dalam proses pemulihan ekonomi, kalau PP itu diterapkan tentu berat dan pasti berdampak pada masyarakat mengkonsumsi ikan itu sendiri,” ucap Atak.
Atak menambahkan, ketentuan itu memberikan kesempatan nelayan asing masuk ke perairan di Tanah Air dan berebut dengan nelayan lokal.
“Saya menilai dari pintu (Kepmen) ini, akan ramai kapal ikan asing ilegal masuk wilayah NKRI,” beber Atak sembari memperlihatkan lembar Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan dimaksud.
Keluhan senada juga terlontar dari Acuan, pengusaha ikan tangkap dari Karimun. Dia mengeluhkan sejumlah aturan justru memberatkan pihaknya.
Seperti kapal cantrang dilarang, kemudian denda kapal ikan mati vessel monitoring system (VMS). ”Mati satu hari, Kapal kami didenda Rp 1 juta. Ini kan memberatkan kami,” keluh Acuan.
Intinya, kalangan nelayan di Kepri berharap DPR, melalui tangan Cen Sui Lan dan Alien Mus, dapat mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan kompromi, syukur-syukur peninjauan ulang soal jenis dan tarif PNBP, termasuk tarif jasa kapal tangkap ikan 30 GT-1.000 GT.
(Dia)