Jakarta, Gurindam.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perpim) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi tertanggal 30 Juli 2021.
Adapun aturan tersebut diterbitkan setelah pegawai lembaga antirasuah itu beralih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) per 1 Juni 2021.
Dalam Perpim itu disebutkan bahwa perjalanan dinas pegawai KPK dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.
“Perlu kami sampaikan, bilamana pegawai KPK menjadi narasumber untuk menjalankan tugas-tugas KPK, juga tidak diperkenankan menerima honor,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Minggu (8/8/2021).
“Namun demikian dalam hal panitia penyelenggara tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran KPK dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda,” ucap dia.
Kendati demikian, menurut Ali, berdasarkan Perpim tersebut, sistem perjalanan dinas KPK kini bisa mengakomodasi adanya pembiayaan kegiatan bersama yang dibebankan antar-lingkup ASN, yakni dengan kementerian maupun lembaga.
Ia mengatakan, dalam kegiatan bersama, KPK bisa menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait dan sebaliknya.
“Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta,” ujar Ali.
KPK menegaskan bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional kegiatan, bukan gratifikasi, apalagi suap.
Sharing pembiayaan ini, kata Ali, mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala karena ketidaktersediaan anggaran pada salah satu pihak.
Kendati demikian, menurut Ali, berdasarkan Perpim tersebut, sistem perjalanan dinas KPK kini bisa mengakomodasi adanya pembiayaan kegiatan bersama yang dibebankan antar-lingkup ASN, yakni dengan kementerian maupun lembaga.
Ia mengatakan, dalam kegiatan bersama, KPK bisa menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait dan sebaliknya.
“Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta,” ujar Ali.
KPK menegaskan bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional kegiatan, bukan gratifikasi, apalagi suap.
Sharing pembiayaan ini, kata Ali, mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala karena ketidaktersediaan anggaran pada salah satu pihak.Apalagi, program tersebut sangat penting untuk tetap bisa dilakukan secara optimal.
“Penting juga dipastikan tidak adanya pembiayaan ganda dalam kegiatan bersama tersebut,” ucap dia.
Namun demikian, Ali mengatakan, untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan pada proses penanganan suatu perkara, kegiatan pada bidang penindakan tetap menggunakan anggaran KPK.
Pegawai KPK, menurut dia, dalam pelaksanakan tugasnya tetap berpedoman pada kode etik pegawai dengan pengawasan ketat oleh Dewan Pengawas dan Inspektorat untuk menolak gratifikasi dan menghindari konflik kepentingan.
“Kami mengajak masyarakat untuk turut mengawasi penggunaan anggaran negara, agar terus taat terhadap aturan dan mengedepankan ketepatan sasaran serta manfaatnya,” kata Ali. (***)