PT.GURINDAM MEDIA KEPRI- Mencerdaskan & Memuliakan

Memaknai Pemberian Power Dan Pembagian Kewenangan Dalam Pandangan Masyarakat Sipil

Mencerdaskan & Memuliakan - April 6, 2021
Memaknai Pemberian Power Dan Pembagian Kewenangan Dalam Pandangan Masyarakat Sipil
Herlina Nur Aisjah Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2021 - (Mencerdaskan & Memuliakan)
RajaBackLink.com

GURINDAM.ID- Selama Indonesia merdeka, kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah telah mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat dinamis.

Selama kurun waktu setengah abad lebih, sistem pemerintahan daerah sarat dengan pengalaman yang panjang seiring dengan konfigurasi politik yang terjadi pada tataran pemerintahan negara.

Pola hubungan kekuasaan, pembagian kewenangan, dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak dapat dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerintahan pada saat itu.

Realitas demikian tentu mempengaruhi formalitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemberian otonomi daerah di Indonesia.

Akan tetapi, terlepas dari semua pengaruh yang muncul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, semua kebijakan selalu dijiwai oleh kesatuan pandang yang sama, yaitu seluruh daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Dalam menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam maupun di luar negeri serta tantangan persaingan global dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah

serta proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Upaya untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan di seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan, pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan arahan dan solusi untuk membentuk pemerintahan daerah.

Pasal 18, Undang-Undang Dasar 1945, tentang otonomi daerah tujuh poin dicatat.

Pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Kedua Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Ketiga Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki dewan perwakilan rakyat yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

Ke Empat Gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.

Baca Juga  Shamsi Ali: Muslim Amerika dan issu Palestina

Ke Lima Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

Ke Enam Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

Dan Ke Tujuh Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-undang.

Sementara dari Desentralisasi kewenangan pemerintahan yang diberikan pusat pada daerah dimaksudkan sebagai upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, penumbuhan aspirasi dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Oleh karena itu pengertian otonomi daerah dimaknai sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.

Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi.

Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan.

Asas dekonsentrasi sendiri adalah pelimpahan wewenang pemerintahan yang sebenarnya kewenangan itu ada di tangan pemerintah pusat, yakni menyangkut penetapan srategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya.

Diberikan kepada gubernur instansi vertikal di daerah sesuai arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Pemerintahan daerah dikembangkan berdasarkan asas otonomi (desentralisasi) dan tugas pembantuan.

Terminologi desentralisasi ternyata tidak hanya memiliki satu makna. Ia dapat diterjemahkan ke dalam sejumlah arti, tergantung pada konteks penggunaannya. Berbagai definisi desentralisasi antara lain;

Parson dalam Hidayat (2005) mendefinisikan desentralisasi sebagai berbagi (sharing) kekuasaan pemerintah antara kelompok pemegang kekuasaan di pusat dengan kelompok-kelompok lainnya, di mana masing-masing kelompok tersebut memiliki otoritas untuk mengatur bidang-bidang tertentu dalam lingkup territorial suatu Negara.

Mawhood (1987) dengan tegas mengatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan (devolution) kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Smith merumuskan definisi desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan dari tingkatan (organisasi) lebih atas ke tingkatan lebih rendah, dalam suatu hierarki teritorial, yang dapat saja berlaku pada organisasi pemerintah dalam suatu Negara, maupun pada organisasi-organisasi besar lainnya (organisasi non pemerintah) (Hidayat, 2005).

Teori Smith merumuskan bahwa definisi desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan dari tingkatan (organisasi) lebih atas ke tingkatan lebih rendah, dalam suatu hierarki teritorial, yang dapat saja berlaku pada organisasi pemerintah dalam suatu Negara, maupun pada organisasi-organisasi besar lainnya (organisasi non pemerintah) (Hidayat, 2005).

Baca Juga  “Mencerdaskan dan Memuliakan"

Di Indonesia saat ini diberlakukan Otonomi daerah dimana setiap daerah mempunyai wewenang dan kebijakan yang berjalan sesuai kebutuhan masing-masing daerah.

Pemberian kekuasaan pada masing-masing daerah akan mendongkrak daya saing pada wilayah tersebut guna memajukan daerahnya.

Segenap innovasi dan ketrampilan masyarakat akan menunjang dalam menaikkan pendapatan asli daerah.

Oleh karena itu, kepala daerah harus mempunyai ide-ide yang cerdas dan kreatif agar masing-masing wilayahnya dapat berkembang dan mempunyai daya saing yang bermanfaat.

Otonomi daerah pertama kali diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

Adapun pengertian otonomi daerah penting untuk diketahui agar masyarakat tahu bahwa setiap daerah mempunyai hak, kewenangan, dan kewajiban untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan sesuai UU yang berlaku.

Otonomi daerah berfungsi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar semakin baik.

Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah. Selain itu, otonomi daerah juga bertujuan untuk memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Pengembangan suatu daerah akan disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan ciri khas daerah masing-masing.
Akan tetapi, praktik desentralisasi dan otonomi daerah sejauh ini masih belum menggembirakan.

Tidak jelasnya strategi penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia disebabkan selama ini pelaksanaan otonomi daerah tak didukung dengan grand design desentralisasi/otda yang jelas yang memberikan arah penyelenggaraan dan pertumbuhan otonomi daerah.

Ironisnya setelah grand design penataan daerah selesai dibuat pun, hal ini tak berpengaruh terhadap pembuatan kebijakan pelaksanaan otonomi daerah.

Sejauh ini kesan kuat yang dipahami publik adalah munculnya kebijakan yang tambal sulam.

Tidak sedikit kebijakan yang dibuat sebagai tanggapan terhadap munculnya permasalahan tertentu.

Permasalahan mendasar yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana negeri ini mampu menyejahterakan rakyatnya.

Sebagai contoh, bagaimana pemerintah menyelaraskan antara kebijakan otonomi dan pelaksanaan pilkada di provinsi dan kabupaten/kota.

Pelaksanaan pilkada belum sepenuhnya terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini menyebabkan pilkada tidak berkorelasi positif terhadap terwujudnya pemerintahan yang baik.

Praktik otonomi daerah dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan negara Republik Indonesia dan memupuk kesatuan nasional dan rasa nasionalisme serta menciptakan hubungan Pusat-Daerah yang harmonis.

Oleh karena itu, kekecewaan dan ketidakadilan di daerah harus dihentikan dan dienyahkan demi prospek otonomi yang lebih cerah.

Baca Juga  Catat Digelar Mei-Juni 2021, Inilah Nilai Ambang Batas SKD Sekolah Kedinasan

Kesimpulan
Pentingnya membangun demokrasi ala Indonesia yang dilandasi oleh Pancasila dan dikawal oleh UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI yaitu demokrasi yang didukung penuh oleh nilai-nilai budaya politik domestik, demokrasi yang sudah menyatu di bumi pertiwi.

Dalam hal ini rakyat bisa merayakan kepemilikannya dan tidak merasa tercerabut dari akarnya.

Kasus Indonesia menunjukkan bahwa demokrasi saja tidak cukup. Demokrasi dan wawasan kebangsaan harus saling melengkapi.

Praktik demokrasi yang tak dilandasi oleh wawasan kebangsaan yang memadai akan membuat demokrasi tak membumi dan menghasilkan model demokrasi prosedural saja.

Ini membuat masyarakat tercerabut dari akar budayanya sendiri. Praktik demokrasi akan cenderung menyimpang/distortif ketika nilai-nilai dalam wawasan kebangsaan dinafikan dan dilupakan oleh para elite dan aktor politik serta masyarakat.

Semakin besar pengingkaran terhadap nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki dan juga lemahnya penegakan hukum yang ada maka akan semakin menyimpang pula praktik demokrasi di Indonesia sehingga mengakibatkan tidak efektifnya kinerja lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang dilandasi oleh Pancasila dan Konstitusi 1945 untuk mewujudkan NKRI yang modern, demokratis, maju dan sejahtera,

kita dorong praktik demokrasi yang lebih beretika, berkualitas, sehat, dan bermartabat.

Yaitu praktik demokrasi ala Indonesia yang didukung penuh oleh semua warga masyarakat, suatu demokrasi yang mencerminkan perpaduan antara karakteristik dan kekhasan daerah-daerah (kedaerahan) yang ditopang nilai-nilai wawasan kebangsaan (keindonesiaan).

Otonomi daerah sebagai suatu kebijakan pemerintah nasional yang ditetapkan sejak 1999 tidak hanya diharapkan mampu membangun kluster-kluster ekonomi baru daerah, tapi juga berkontribusi positif terhadap penurunan jumlah daerah tertinggal dan mampu mengurangi kesenjangan sosial ekonomi masyarakat.

Dengan pelaksanaan otonomi daerah diharapkan juga beberapa hal penting terkait pelayanan publik, daya saing daerah dan good local governancedapat makin meningkat kualitasnya.

Dengan kata lain, Indonesia menyongsong 2045 yang lebih pasti perlu penciptaan prakondisi yang kompatibel untuk terwujudnya Indonesia yang adil dan makmur yang didambakan rakyat.

Bila ketiga hal tersebut mampu diperbaiki secara substansial, tak terututup kemungkinan prospek Indonesia menjadi negara yang sejahtera akan semakin cerah. (*)

Oleh: Herlina Nur Aisjah Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2021
Selasa, (6/4/2021)

Click Bener Subscribe youtube Gurindam.id

Tinggalkan Komentar

LIKE FANPAGE

Our Visitor

156429
Users Last 30 days : 7471
Users This Month : 1441
Views This Year : 52888
Who's Online : 0
Your IP Address : 3.239.3.196
Server Time : 2024-10-16
Baca Informasi Berita Aktual Dari Sumber terpercaya