GURINDAM.ID – Indonesia secara geografis, terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Di posisi tersebut sangat strategis dan penting terkait dengan bidang perekonomian. Posisi ini membuat Indonesia dilalui jalur pelayaran internasional antarnegara dan antarbenua.
Sebagai negara maritim, keamanan laut menjadi kunci menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari gangguan luar. Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki Indonesia, untuk menjalankan fungsi pengamanan wilayah perairan Indonesia dan menegakkan hukum dan menjaga laut dalam mewujudkan gagasan poros maritim dunia.
Pemerintah Republik Indonesia meningkatkan pengamanan Laut Natuna Utara, Kepri. Empat KRI dari jenis fregat dan korvet (kapal anti kapal selam) pun disiagakan.
Salah satu KRI Yos Sudarso-353, BKO Guspurla Koarmada I hingga ke ZEE Indonesia perbatasan Laut China Selatan, Pada Minggu pertama awal tahun lalu. Dalam mengarungi lautan Natuna Utara selama tiga hari itu pihak KRI Yos Sudarso 353 berhasil membawa Kapal Nelayan Asing (KIA) ke Dermaga Paslabuh Lanal Ranai Di Selat Lampa Kabupaten Natuna.
Tercatat Dua kapal ikan Vietnam yang diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di Laut Natuna Utara ditangkap KRI Yos Sudarso-353 sebagai kapal Markas Gugus Tempur Laut Koarmada.
“Operasi ini dalam rangka menjaga laut NKRI dari masuknya kapal-kapal asing dan tindak kegiatan Ilegal ZEE Indonesia perbatasan Laut Natuna Utara, KRI Kita rutin berpatroli di wilayah perairan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga,” kata Kolonel Laut (P) Aminuddin Albek saat masih menjabat Komandan KRI Yos Sudarso-353 membuka percakapan bersama media yang diajak berpatroli. Perwira melati tiga itu pada Awal tahun 2021 ini menjabat staf Ahli bidang F Koarmada II.
Aminuddin merincikan kedua kapal ikan Vietnam dengan 10 ABK warga negara Vietnam, itu langsung digelandang ke Mako Lanal Ranai untuk menjalankan pemeriksaan lebih lanjut di Bawah Naungan Komandan Lanal Ranai Kolonel (P) Dofir.
Kapal Nelayan Asing (KIA) tetap nekat mencuri ikan di Laut Natuna Utara, itu menunjukan Laut Natuna Kaya, namun belum dimiliki seutuhnya oleh masyarakat Natuna.
Berdasarkan United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS), Perairan Laut Natuna bagian utara merupakan perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Kabupaten Natuna dilihat dari posisi geografisnya, tak ubahnya seperti serambi Indonesia di hadapan negara-negara besar yang melingkar di Laut China Selatan.
Selain kaya sumber perikanan, kekayaan mineral yang terkandung di dalam Laut Natuna Utara sudah menjadi lirikan pengusaha Negara-Negara besar di dunia. Terbukti tidak hanya Vietnam dan Malaysia, bahkan perusahaan-perusahaan migas kelas dunia berlomba-lomba ingin mengeksploitasi kandungan mineral yang ada di lautan Natuna.
KIA juga berbondong-bondong menggunakan pukat untuk mengeruk kekayaan sumber daya perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti ikan cakalang, tuna, dan tongkol. Kawasan tersebut mempunyai potensi sumber daya laut dan keanekaragaman yang melimpah. Hal itu memicu kapal asing memasuki wilayah kedaulatan RI.
“Patroli juga terus kami (TNI AL) lakukan menghadang Kapal Ikan Asing melakukan penangkapan ikan, sekaligus penguatan penjagaan di perbatasan di perairan Laut Natuna Utara,” kata Aminuddin.
Dalam catatan jurnalis dalam ikut perjalanan bersama kapal KRI Yos Sudarso 353 merupakan kapal ketiga dari kapal perang kelas Perusak Kawal Berpeluru Kendali Kelas Ahmad Yani, terlihat nelayan asing itu dikawal sejumlah kapal Coast Guard saat melakukan aktivitas ilegal di ZEE Indonesia.
Pulau Natuna saat ini, tak ubahnya seperti serambi tanpa pelita dan beranda. Infrastruktur yang ada dirasa belum cukup dibanding apa yang ada pada Negara tetangga lainnya.
Dari sejarah, Natuna, telah menjadi tempat persinggahan pedagang-pedagang asing yang melintasi Selat Malaka, maupun Laut China Selatan menuju Nusantara. Hal ini terbukti dari beberapa penemuan peninggalan sejarah berupa keramik dan benda berharga lainnya yang berasal dari Negara luar.
Begitu banyaknya devisa yang bisa diraup selain potensi perikanan dan pertambangan, jika Natuna, mau menggeliat dan membuka diri bagi investor baik dalam maupun luar negeri. Belum lagi alam lautnya yang indah, dapat menjadi destinasi wisata bahari.
“Dapat dibayangkan betapa banyak lapangan pekerjaan yang akan terbuka bagi masyarakat Natuna, cash flow semakin besar dan tentunya akselerasi pembangunan juga akan semakin cepat di Natuna,” ujar warga setempat.
Masyarakat Natuna, perlu segera bangun dari tidurnya dan mendesak pemerintah untuk lebih serius membangun Natuna. Buat kebijakan-kebijakan yang konstruktif dan jauh dari deal-deal politik semata.
Mari Kita ke Laut
Sebagian besar wilayah Indonesia adalah terdiri dari lautan dan memiliki potensi kelautan cukup besar, dengan potensi yang dimiliki tersebut seharusnya dapat sejahterakan kehidupan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada potensi kelautan (maritim) tersebut.
Namun kenyataannya, kehidupan masyarakat senantiasa dilanda kemiskinan, bahkan kehidupan nelayan sering diidentikkan dengan kemiskinan. Tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan (nelayan) pada saat ini masih di bawah sektor-sektor lain, termasuk sektor pertanian agraris.
Nelayan (khususnya nelayan buruh dan nelayan tradisional) merupakan kelompok masyarakat yang dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin diantara kelompok masyarakat lain di sektor pertanian.
“Kita hidup hingga saat ini karena pendahulu kita mendapatkan rezeki dari laut. Beri kesempatan kepada pemimpin Natuna, nantinya untuk lebih peduli dengan Laut,” ujar Komandan Gugus Tempur Laut Koarmada I Laksamana Muda TNI Didong Rio Duta, saat masih menjabat yang turut hadir dalam perjalanan bersama jurnalist di atas kapal KRI Yos Sudarso 353.
Jendral Bintang satu peraih Adhi Makayasa tahun 1993 dari Korps Pelaut. Pada tahun 2021 ini menjabat sebagai Staf Khusus KASAL.
Didong mengucapkan pesan berupa seruan TNI Angkatan Laut Indonesia Dari atas Geladak Kapal KRI Yos Sudarso 353.
“Jalesveva Jayamahe, Kami disini Mari kita ke Laut,” sebut Didong dampingi Kolonel Laut (P) Aminuddin Albek dan Asintel Guspurla Koarmada I, Kolonel Laut (P) Ivong Wicaksono Wibowo.
Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, nelayan harus berpindah-pindah dan tak jarang resiko bertaruh nyawa tetap dilakoninya.
Selain itu, resiko usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras dimana selalu diliputi oleh adanya ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.
Dukung pembangunan infrastruktur yang menyokong kegiatan kelautan salam Cinta kasih untuk Semesta Raya Negeri Natuna.
Ilegal Fishing
Memasuki tahun 2021, praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur atau IUU fishing masih menjadi ancaman kelestarian sumberdaya laut Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari keberadaan kapal ikan asing yang melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia.
Instansi dan aparat penegak hukum yang berwenang dalam penanganan tindak pidana perikanan mesti memperkuat koordinasi, meningkatkan intensitas pengawasan, mendorong penegakan hukum bagi pelaku kejahatan tindak pidana perikanan dan membenahi tata kelola perikanan.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan, pihaknya mencatat bahwa sepanjang bulan Januari 2021, aparat berwenang berhasil menangkap 9 kapal ikan yang melakukan kegiatan IUU fishing di wilayah laut Indonesia.
“Sepanjang Januari 2021, kapal pengawas milik Bakamla RI, PSDKP-KKP dan TNI AL berhasil menangkap 9 kapal yang terdiri dari 8 kapal ikan asing dan 1 kapal ikan dalam negeri yang melakukan penangkapan ilegal,” kata Abdi. pertelpon, Selasa, (23/3/2021).
Dari 9 kapal tersebut, mayoritas tertangkap di Selat Malaka ketika melakukan pencurian ikan.
“Kapal ikan asing yang tertangkap terdiri 7 kapal berbendera Malaysia dan 1 kapal berbendera Taiwan tertangkap di Laut Natuna. Sementara itu, 1 kapal berbendera Indonesia yang tertangkap karena menggunakan alat tangkap jenis trawl,” kata Abdi.
Pihaknya juga mengungkapkan bahwa dari penangkapan tersebut, tercatat sekitar 40 orang awak kapal perikanan berhasil diamankan dan barang bukti ikan hasil kejahatan mencapai 23 ton.
“Ironisnya, 17 orang awak kapal perikanan yang tertangkap tersebut adalah warga negara Indonesia yang bekerja di kapal ikan Malaysia dan Taiwan,” sebut Abdi.
Sementara itu, peneliti DFW-Indonesia, Muh Arifuddin mengingatkan pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi banyaknya pekerja atau awak kapal perikanan asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing dan terindikasi melakukan aktivitas penangkapan ilegal.
“Banyak awak kapal perikanan asal Indonesia yang bekerja secara ilegal di kapal ikan berbendera Tiongkok, Taiwan dan Malaysia dan melakukan praktik IUU,” kata Arif.
Mereka sangat beresiko karena berpotensi tertangkap dan bisa dijerat dengan berbagai macam tuduhan pelanggaran seperti kejahatan perikanan, keimigrasian, pelayaran dan ketenagakerjaan.
“Kejahatan perikanan seperti IUU fishing makin modern dan berkaitan dengan pelanggaran lain sehingga perbaikan tata kelola perikanan Indonesia menjadi sangat mendesak,” kata Arif.
Arif mengatakan, Pemerintah tidak cukup hanya fokus melindungi sumberdaya ikan dari perampokan oleh kapal asing, tapi juga memastikan perlindungan awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan asing.
”Kami mendorong Presiden Jokowi untuk memberi atensi terhadap masalah ini, sebab akan sangat memalukan jika kekayaan laut Indonesia di curi oleh kapal ikan asing dengan mempekerjakan awak kapal asal Indonesia,” pungkas Arif.
Eksekusi Penengelaman Kapal
Rabu Pagi di Pulau Natuna, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kejaksaaan Republik Indonesia melaksanakan penenggelaman 10 kapal illegal fishing di perairan Laut Natuna Utara pada Rabu (31/3/2021).
Penenggelaman 10 kapal di Laut Natuna Utara ini semakin menguatkan pesan bahwa aparat Indonesia tidak akan berkompromi terhadap para pencuri ikan.
Hal ini sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan sikap tegasnya untuk menjaga kedaulatan pengelolaan perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Dari atas Kapal KP. Hiu Macan Tutul 02, Hari Setiono manyampaikan bahwa kesepuluh kapal tersebut dimusnahkan dengan cara dibakar dan diberi pemberat agar tenggelam. Dengan cara tersebut diharapkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan sekitar dapat diminimalisir.
“Penenggelaman ini diharapkan tidak memberikan dampak bagi lingkungan, dan kapal yang ditenggelamkan dapat menjadi rumah ikan,” ujar Hari.
10 kapal illegal fishing yang ditenggelamkan dan dibakar perairan Laut Natuna Utara adalah KNF 7788 TS, BV 92570 TS, BV 93160 TS, BV 92468 TS, BV 92467 TS, BV 8909 TS, BV 92778 TS, KG 91526 TS, KG 93811 TS, dan KG 93012 TS. Kesepuluh kapal ikan berbendera Vietnam tersebut ditangkap di perairan WPP-NRI 711-Laut Natuna.
Pemusnahan 10 kapal illegal fishing ini menambah panjang daftar kapal pencuri ikan yang dimusnahkan pada tahun 2021. KKP dan Kejaksaan RI telah memusnahkan 26 kapal ikan asing ilegal di Batam, Aceh, Pontianak dan Natuna.
(Rky)