GURINDAM.ID- Ribuan masyarakat di jalanan Kota Yangon terus dipadati kenderaan. Hal itu terjadi karena sebagian besar masyarakat berusaha keluar kampung menuju kota karena kebrutalan aparat militer sejak kudeta militer pada 1 Februari yang lalu.
Pada Jumat (19/3/2021), sejumlah jalan di kota Yangon tampak dipadati masyarakat yang hendak melarikan diri dari tindakan keras yang dilakukan junta militer.
Dilansir dari AFP, eksodus atau perbuatan meninggalkan tempat tinggal oleh penduduk secara besar-besaran ini membuat padat jalanan.
Laporan media lokal menunjukkan lalu lintas menyumbat jalan raya utama menuju utara dari Yangon. Mayoritas warga melarikan diri dari kota ke daerah perdesaan.
“Saya tidak lagi merasa aman lagi, beberapa malam saya tidak bisa tidur,” kata seorang warga perempuan di dekat salah satu distrik tempat pasukan keamanan membunuh pengunjuk rasa pekan ini kepada AFP.
“Saya sangat khawatir yang terburuk akan terjadi selanjutnya karena tempat saya tinggal … sangat intens, dengan pasukan keamanan membawa orang-orang dari jalanan.”
Wanita itu mengatakan dia telah membeli tiket bus untuk negara bagian asalnya di barat Myanmar dan akan pergi dalam beberapa hari.
Sementara seorang warga mengaku takut ditembak oleh pasukan keamanan, yang mengancam orang-orang jika mereka tidak membersihkan barikade.
“Kami seperti tikus rumah yang mencari sesuatu untuk dimakan di dapur orang lain,” kata seorang pria yang menggambarkan ketakutannya meninggalkan kampungnya minggu ini untuk mendapatkan susu untuk kedua anaknya.
Beberapa penduduk di seluruh kota mengatakan bahwa tentara dan polisi memaksa mereka dengan todongan senjata untuk melepaskan barikade yang melindungi lingkungan mereka.
“Terlalu menyedihkan untuk bertahan,” kata seorang warga pria yang bekerja sebagai pandai emas di Yangon. “Setelah tiba di sini di rumah saya, saya merasa jauh lebih lega dan aman.”
Myanmar kini berada dalam situasi kacau sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.
Kudeta ini kemudian memicu pemberontakan massal dan menimbulkan kampanye kekerasan dan ketakutan.
Menurut kelompok pemantau, lebih dari 230 orang telah dipastikan tewas dan 2.000 orang ditahan sejak kudeta.
Pekan ini, junta militer juga memberlakukan darurat militer di enam kota kecil di Yangon, bekas ibu kota dan pusat perdagangan negara, yang menempatkan hampir dua juta orang di bawah kendali langsung komandan militer.
Sebelumnya junta militer mematikan jaringan data seluler di seluruh Myanmar agar masyarakat anti-kudeta tidak dapat bertukar informasi melalui ponsel selama unjuk rasa berlangsung.
Di sisi lain, Thailand kini sedang mempersiapkan tempat penampungan untuk masuknya calon pengungsi.
Gubernur Provinsi Pongrat Piromrat mengatakan provinsi tak dapat menampung sekitar 30.000 hingga 50.000 orang.
Meskipun dia menegaskan bahwa belum ada seorang pun yang tampaknya telah membanjiri perbatasan.
Sekitar 90.000 pengungsi dari Myanmar sudah tinggal di sepanjang perbatasan yang rapuh. Mereka melarikan diri dari perang saudara selama puluhan tahun antara militer dan kelompok etnis bersenjata. (Fiv)
Sumber: CNBC