GURINDAM.ID – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) yang memungkinkan pemblokiran akun media sosial penyebar hoaks. Rencana ini disampaikan Kominfo pada Senin, 19 Oktober 2020.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, mengatakan aturan ini terbit karena maraknya informasi hoaks seputar Covid-19.
Dengan begitu pemerintah dinilai perlu mengontrol arus informasi yang tersebar di tengah masyarakat.
Sementara itu, peneliti bidang politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research, Rifqi Rachman, khawatir pada potensi penyalahgunaan Permen Kominfo ini terhadap kebebasan berekspresi warga negara.
“Pernyataan Dirjen Aptika Samuel Abrijani menggambarkan bagaimana ekspresi kita di media sosial sesungguhnya tidak lepas dari pengawasan pemerintah,” ujar Rifqi.
Beberapa negara juga pernah, bahkan masih melakukan pembatasan penggunaan media sosial untuk warga negaranya.
Thailand misalnya. Bukan hanya media sosial, Thailand bahkan memblokir media penyiaran yang dianggap menyiarkan informasi yang membahayakan negara. Lebih lanjut, berikut daftar negara yang membatasi penggunaan media sosial.
• Thailand
Kepala Kepolisian Nasional Thailand telah menandatangani perintah keputusan darurat yang memungkinkan Komisi Nasional Penyiaran dan Telekomunikasi serta Menteri Sosial untuk memblokir sejumlah media dan laman Facebook yang kerap mengkritisi pemerintah.
Sejumlah media dan laman Facebook yang diblokir meliputi Voice TV, Parachathai.com, The Reporters, The Standard, dan laman Facebook FreeYOUTH.
Keputusan tersebut merupakan buntut dari serangkaian aksi protes dari masyarakat prodemokrasi yang menuntut Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha untuk mundur dari jabatannya.
Sebelumnya, pada 24 Agustus 2020, Facebook juga telah memblokir akses grup Royalist Marketplace yang kerap menyuarakan protes terhadap pemerintah Thailand.
• Turki
Turki pada 29 Juli lalu telah mengesahkan peraturan baru yang mengatur penggunaan media sosial. Dengan peraturan tersebut, media sosial dengan satu juta pengguna harian harus membuka kantor perwakilan di Turki. Selain itu, kantor media sosial tersebut juga harus bisa menangani keputusan pengadilan lokal untuk menghapus konten yang menyinggung pemerintah dalam waktu 48 jam.
Jika gagal menghapus konten yang dinilai kontroversial, perusahaan media sosial itu akan menghadapi larangan penayangan atau denda.
Sanksi paling berat adalah pengurangan bandwidth hingga 90 persen, sehingga media sosial itu tidak dapat digunakan.
Pemerintah Turki juga mewajibkan perusahaan media sosial untuk mengambil Tindakan yang diperlukan seperti menyimpan data pengguna lokal.
• Vietnam
Pembatasan penggunaan media sosial juga dilakukan pemerintah Vietnam. Awal tahun 2019, Vietnam menuduh Facebook melanggar Undang-undang Keamanan Siber Vietnam dengan mengizinkan pengguna mengunggah konten anti-pemerintah.
Selang setahun, pada awal tahun 2020, server lokal Facebook di Vietnam dimatikan, sehingga memperlambat lalu lintas server lokal. Pembatasan yang dilakukan selama kurang lebih tujuh minggu itu ditujukan untuk meningkatkan pembatasan pada unggahan yang berbau antinegara oleh penduduk lokal.
Atas tindakan tersebut, Facebook akhirnya menyerah dan bersedia memenuhi permintaan pemerintah Vietnam untuk membatasi konten yang dianggap ilegal.
• Korea Utara
Pembatasan yang dilakukan Korea Utara tidak hanya pada penggunaan media sosial. Sebagian besar penduduk sama sekali dilarang menggunakan internet, terlebih media sosial seperti Facebook atau Twitter.
Akses internet di negara ini hanya diperuntukkan bagi pejabat tinggi pemerintah, ilmuwan, dan para elite, itu pun dengan pemantauan yang ketat. Negara ini bertujuan untuk mengontrol semua bentuk media yang dikonsumsi rakyatnya.(ron)
sumber: tempo.co