GURINDAM.ID – Direktur PT Ganesha Bangun Riau Sarana, Rafni R, terancam dipidana setelah terungkap mempekerjakan anak di bawah umur.
La Ode Arif Rahman yang belum 18 tahun harus kehilangan jari tangan kelingking sebelah kanan pada 3 Agustus lalu.
Jari tangannya putus setelah terjepit besi failing saat pembangunan jembatan Selayang Pandang (SP-II) di Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas dengan pagu anggaran sekitar 72 miliar.
Peristiwa itu menjadi perhatian dari praktisi hukum, Tri Wahyu, SH. Ia mengecam tindakan perusahaan yang telah mempekerjakan anak di bawah umur pada pekerjaan yang berisiko tinggi.
Terlebih, La Ode Arif Rahman belum memperoleh Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dari Bpjs-Ketenagakerjaan.
Tri Wahyu mengatakan, berdasarkan rujukan dari dalam Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan anak ialah:
” Setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun “.
Lebih lanjut pada pasal 68 UU yang sama ditegaskan juga bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak dibawah umur.
Tetapi, ada beberapa pengecualian untuk mempekerjakan pekerja anak pada suatu jenis/sifat pekerjaan tertentu, sesuai dengan kelompok umurnya.
Jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan dapat dilihat dalam Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-235/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak (Kepmenakertrans 235/2003).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja) yang berisikan tentang kewajiban untuk menghapuskan praktik mempekerjakan anak dan meningkatkan usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Konvensi ILO No. 138, Pemerintah Republik Indonesia menyatakan bahwa usia minimum untuk diperbolehkan bekerja adalah 15 (lima belas) tahun.
Lebih lanjut Konvensi ILO No. 138 tersebut mengatur batasan usia untuk melakukan pekerjaan yang membahayakan keselamatan, kesehatan, atau moral yakni tidak boleh kurang dari 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan untuk pekerjaan ringan berusia 13-15 tahun.
Ia menyebut, perusahaan bisa saja memperkerjakan anak di bawah umur dengan mengikuti pedoman Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003.
“Anak berumur antara 15 (lima belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, sudah dapat dipekerjakan secara normal/umum, hanya saja tidak diperbolehkan dieksploitasi untuk bekerja pada pekerjaan yang membahayakan.”
Jika kita merujuk ke dasar hukumnya, tentu saja sangat bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Pekerjaan yang dilakukannya termasuk pekerjaan yang membahayakan.
Hal ini perlu penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut oleh Kepolisian Resort Kepulauan Anambas, karena hal ini memiliki sifat pidananya, baik itu dari Undang-Undang Ketenagakerjaan, maupun Undang-Undang Perlindungan Anak itu sendiri,” terang Wahyu merincikan.
Wahyu berharap, masalah ini segera diselidiki lebih lanjut dan memberikan kesempatan kepada penyidik mengungkap kasus ini.
“Namun tugas kita sebagai masyarakat yang baik dan tertib akan hukum ialah mengawal jangan sampai case by case selalu tidak tahu akan akhirnya seperti apa. Jika di SP3 pun harus jelas apa dan kenapa alasannya,” sebutnya.
Masih kata Wahyu, Karena seperti yang kita ketahui bahwasanya Kepolisian merupakan lembaga yang mengayomi masyarakat , ini juga terdapat di dalam asas yang dianut oleh kepolisian itu sendiri yang berbunyi ” Salus Populi Suprema Lex Esto ” yang berarti ” kesejahteraan dan keselamatan rakyat adalah hukum yang paling tertinggi,” ungkap praktisi hukum tempatan tersebut.
Ancaman bagi pengusaha atau perusahaan yang masih mempekerjakan anak yang belum berusia 18 tahun adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 400 juta. (Tim)