PT.GURINDAM MEDIA KEPRI- Mencerdaskan & Memuliakan

Narasi Intimidatif PDIP Buncahkan Kemarahan Rakyat Indonesia

Mencerdaskan & Memuliakan - Juni 29, 2020
Narasi Intimidatif PDIP Buncahkan Kemarahan Rakyat Indonesia
Irfan S. Awwas, Pengemban Dakwah - (Gurindam.id/Fiam)
RajaBackLink.com
Editor Nasrul

Penulis: Irfan S. Awwas, Pengemban Dakwah

Pada 7 Maret 1967, Presiden RI pertama Ir. Soekarno dimakzulkan dari jabatan presiden oleh MPRS. Sang presiden dinilai gagal melaksanakan amanat konstitusi. Gara-gara bela PKI, tidak mau membubarkan partai anti Tuhan dan anti agama tersebut, padahal telah melakukan pemberontakan G30S/PKI, Soekarno bernasib sial, sehingga kekuasaannya pun tumbang. Sebelumnya, 1948, dua tahun setelah RI baru saja merdeka dari penjajah Belanda, PKI memberontak, tapi Bung Karno malah melibatkan PKI dalam pemerintahan kabinet kaki tiga Nasakom, yaitu PNI, NU, PKI.

Alasan NU ikut kabinet Nasakom, setelah keluar dari Masyumi, supaya pengaruh PKI tidak terlalu dominan pada Bung Karno. Tapi kalkulasi politik NU berakibat fatal, dikhianati PKI. Pilihan politik Soekarno yang melindungi PKI, sebaliknya menindas partai Islam Masyumi, terungkap dalam wawancara Bung Karno dengan seorang penulis bernama Bernhad Dahm.

Bernhad: “Kenapa anda tidak mau membubarkan PKI, padahal PKI telah melakukan pengkhianatan G30S/PKI?” Soekarno: “Engkau tak mungkin menghukum suatu partai secara keseluruhan berdasarkan kesalahan segelintir orang“.

Bernhad: “Tapi anda pernah berbuat begitu pada Masyumi dan PSI tahun 1960“. Soekarno: “…Masyumi dan PSI merusak perjalanan revolusi kami, sedangkan PKI merupakan ujung tombak (avant garder) dari kekuatan-kekuatan revolusioner“.

Oleh karena itu, jika sekarang PDIP menginisiasi munculnya RUU HIP yang hendak merubah dasar negara RI Ketuhan YME menjadi Ketuhanan yang berkebudayaan. Kemudian memeras Pancasila jadi trisila atau ekasila, memang ada gen historisnya. Sebagai pewaris ideologi Soekarno, Nasakom, Ketua PDIP Megawati Sukarnoputri boleh bangga jadi partai pengusung penguasa. Tapi jangan mimpi merubah dasar negara dan mengkhianati kesepakatan nasional, tanpa berhadapan dengan rakyat Indonesia.

Narasi intimidatif yang dilontarkan dedengkot PDIP Tjahjo Kumolo dan Hasto Kristianto, hanya karena bendera PKI dan PDIP dibakar massa demonstrasi Tolak RUU HIP di Jakarta, 24 Juni 2020 lalu, akan semakin membuncahkan kemarahan serta kebencian rakyat Indonesia beragama Islam. Apalagi Budiman Sujatmiko, dengan pongah mengatakan: “Anggota PDIP jutaan jumlahnya. Bahaya kalau mereka bergerak,” katanya, khas ancaman kader komunis.

Baca Juga  Cukup Beralasan, Empat Negara Batasi Warganya Berekspresi di Media Sosial

Dulu, dimasa kampanye Pilpres antara SBY dan Megawati. Kader PDIP bakar bendera demokrat, SBY tidak membalas. Giliran bendera partainya di bakar mereka teriak histeris ngompori anak buahnya supaya bergerak. Katanya, demi membela kehormatan partai. Sensitif untuk kepentingan dirinya, diskriminatif terhadap pihak lain.

Namun PDIP harus sadar dan jangan pongah. Indonesia bukan Rusia atau Cina, yang mayoritas sosialis dan komunis. Tapi Indonesia, negeri mayoritas muslim, sudah pernah mengenyahkan penjajah kolonial Belanda dan pernah juga mengganyang PKI hingga tak berdaya.

Adanya tantangan dan ancaman dari PDIP, sebenarnya tidak berpengaruh apa-apa selain membangkitkan militansi jihad umat Islam. Seperti ucapan Khalifah Abu Bakar Siddiq ra: “Ihrish alal maut tuhab lakal hayat” Songsonglah kematian niscaya kau dapatkan kehidupan. Jadi, siapa takut !?

Presiden Ir. Joko Widodo, tentu tak mau bernasib sama seperti Ir. Soekarno yang dilengserkan dari jabatan presiden, gegara lindungi PKI. Maka bijaksana bila RUU HIP yang mengkhianati dasar negara dan mendistorsi pancasila jadi trisila atau ekasila; tidak hanya ditunda pembahasannya. Tapi dibuang saja ke tong sampah. Tidak ada urgensinya untuk kepentingan rakyat maupun kemaslahatan berbangsa dan bernegara.

Tidak hanya itu. Seret ke pengadilan para penyusun RUU HIP, yang secara sadar menyulut konflik politik dan ideologi di tengah pandemi virus corona. Sebagai anggota DPR, mereka telah melakukan tindakan makar terhadap eksistensi NKRI. Tindakan ini jauh lebih berbahaya dari sekadar bakar bendera. Ibarat ungkapan: Hamiha haramiha Dia penjaganya dia juga pengkhianatnya. (*)

Jogjakarta, 26 Juni 2020.

Click Bener Subscribe youtube Gurindam.id

Tinggalkan Komentar

LIKE FANPAGE

Our Visitor

155504
Users Last 30 days : 8430
Users This Month : 516
Views This Year : 51552
Who's Online : 0
Your IP Address : 44.200.122.214
Server Time : 2024-10-06
Baca Informasi Berita Aktual Dari Sumber terpercaya