PULAU PINANG, MALAYSIA – Di sela-sela acara ASEAN Navy Chiefs’ Meeting (ANCM) ke-19, sebuah misi diplomasi yang padat dan penuh arti berlangsung.
Kepala Staf TNI AL (Kasal) Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali tidak hanya hadir sebagai peserta, tetapi sebagai arsitek utama hubungan pertahanan yang dengan gesit memimpin serangkaian pertemuan bilateral dengan enam Angkatan Laut negara sahabat. Ini adalah langkah nyata, bukan sekadar retorika.
Setiap jabatan tangan, setiap pertukaran pandangan, adalah benih yang ditanam untuk menumbuhkan kepercayaan. Ini adalah implementasi langsung dari visi Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang berprinsip “Thousand Friends, Zero Enemy” atau “Seribu Sahabat, Nol Musuh”.
Di bawah arahan strategis Presiden Prabowo, TNI AL menjadi ujung tombak yang aktif mewujudkan kebijakan luar negeri bebas aktif, menjunjung tinggi rasa saling menghormati antar bangsa.
“Pertemuan ini adalah wujud nyata komitmen kita untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan, selaras dengan visi Pimpinan Nasional,” tegas Laksamana Ali, menggarisbawahi bahwa setiap langkahnya adalah bagian dari orchestra besar diplomasi Indonesia.

Diplomasi yang Humanis, Dari Rapat ke Bukit Penang
Namun, diplomasi ala Laksamana Muhammad Ali tidak hanya terjadi di ruang rapat yang ber-AC. Esensinya justru terlihat di puncak Bukit Penang Hill. Di sana, jauh dari kesan kaku dan formal, para pemimpin angkatan laut ASEAN, yang dipimpin oleh Ali, bersama-sama menanam pohon.
Momen humanis ini lebih dari sekadar agenda seremonial. Itu adalah metafora yang kuat: sebuah komitmen bersama untuk menumbuhkan masa depan yang lebih hijau, damai, dan berkelanjutan bagi seluruh kawasan. Ini menunjukkan bahwa keamanan maritim tidak hanya tentang pertahanan, tetapi juga tentang menjaga planet dan membangun iklim saling percaya.
Kehangatan ini berlanjut dalam Official Dinner yang meriah, dimana Navy Band Royal Malaysian Navy memadukan lagu tradisional dari seluruh ASEAN menjadi suatu simfoni yang indah.
Panggung budaya ini adalah pengingat bahwa sebelum menjadi pemimpin militer, mereka adalah tetangga yang berbagi warisan budaya yang kaya.
Sebagai seorang pemimpin dengan latar belakang doktoral yang kuat, Laksamana Muhammad Ali membawa kedalaman analisis strategis dalam setiap kebijakannya. Ia melihat dengan jernih tantangan geopolitik global yang bergejolak.
“Kekompakan dan rasa saling menghargai para pemimpin angkatan laut di kawasan ASEAN bukanlah basa-basi. Ini adalah wujud solidaritas nyata dan komitmen bersama,” tegasnya.
Bagi Ali, kekuatan suatu kawasan tidak hanya diukur dari besarnya armada kapal perang, tetapi dari kekuatan jaringan kepercayaan (trust) yang dibangun. Forum seperti ANCM adalah instrumen vital untuk membangunnya, mencegah kesalahpahaman, dan mengelola perbedaan secara damai.
Aktivitas Laksamana Ali dan delegasi Indonesia di Malaysia mengirimkan pesan yang jelas kepada dunia: ASEAN bersatu dan kuat karena kolaborasi.
Atas nama Indonesia, Laksamana Muhammad Ali tidak hanya memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia, tetapi juga sebagai negara pemimpin yang bijaksana, humanis, dan terpercaya di kawasan. Semua ini selaras dengan visi besar Presiden Prabowo Subianto untuk menempatkan Indonesia sebagai bangsa yang disegani dan dicintai, dengan seribu sahabat dan zero enemy.
Melalui kepemimpinan yang visioner dan pendekatan yang manusiawi, Laksamana Muhammad Ali membuktikan bahwa diplomasi pertahanan yang kuat berjalan beriringan dengan membangun persahabatan yang tulus.
(Pen/Gea)