NATUNA- jarak ratusan mil laut tak mampu memutuskan tali silaturahmi. Di tengah birunya perairan Natuna, hati warga Minang perantauan justru tergerak oleh kabar duka dari tanah leluhur.
Musibah banjir dan longsor yang melanda Sumatera Barat (Sumbar) memantik aksi nyata penuh kepedulian dari Himpunan Keluarga Minang Sakato (HKMS) Kabupaten Natuna.
Dengan semangat gotong royong yang khas, mereka mengumpulkan bantuan sebesar Rp 70.000.000 (tujuh puluh juta rupiah). Uang yang terkumpul dari keringat dan keikhlasan ini pun dibawa pulang, mengarungi lautan, untuk diserahkan langsung ke tangan Gubernur Sumbar, Bapak Mahyeldi Ansharullah, pada Rabu, 17 Desember 2025.
Bantuan itu diantarkan dengan hati oleh Novrizal, perwakilan HKMS yang menjadi penghubung harapan antara Natuna dan Sumbar.
Jabat tangan erat saat penyerahan bukan sekadar formalitas, melainkan simbol bahwa “darek” dan “rantau” masih satu rasa, satu suara dalam suka dan duka.
“Ini ikhtiar kecil kami di perantauan,” ujar H. Khairullah, M.Pd.I, Ketua HKMS Kabupaten Natuna, suara terdengar haru. “Meskipun jauh secara geografis, hati kami tetap dekat dengan sanak saudara di ranah Minang. Basamo batiwa (bersama hati), kami ingin meringankan beban mereka. Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah mengajarkan kita untuk peduli,” ujarnya.
Cerita di balik penggalangan dana ini sederhana namun menghangatkan. I
uran sukarela datang dari berbagai lapisan, ada pedagang di Pasar Ranai, nelayan, pegawai, hingga ibu-ibu yang menyisihkan uang belanja.
Semua bersatu tanpa paksaan, hanya didorong oleh kenangan akan nasihat orang tua di kampung halaman, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, tapi jangan lupa asal muasal.”
Bantuan ini diharapkan tak sekadar angka di laporan, melainkan bisa menjadi secercah harapan bagi warga Sumbar yang kehilangan tempat tinggal atau sumber penghidupan.
Sebuah bukti bahwa budaya Minang yang kuat, di mana pun merantau, akan selalu membawa misi kebersamaan dan kepedulian.
“Kami di sini sehat dan bersyukur. Sedikit yang kami kumpulkan ini adalah cara kami berterima kasih pada tanah kelahiran yang telah membesarkan kami,” tambah Khairullah. “Semoga bisa mempercepat pulihnya saudara-saudara kami di Sumbar,” ujarnya.
Kisah warga Minang Natuna ini adalah pengingat indah, bencana mungkin membawa air dan tanah longsor, tetapi ia tidak akan pernah mampu mengikis solidaritas yang mengalir dalam darah budaya.
(Rk)













