Oleh: Robi Sugara, Ketua Prodi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Artikel ini telah tayang di Media Indonesia Online pada 15 Agustus 2025)
GURINDAM.ID – Dalam sepuluh bulan pertama kepemimpinannya (Oktober 2024 Agustus 2025), Presiden Prabowo Subianto telah melakukan langkah diplomatik yang intensif dan mencengangkan: 11 kunjungan resmi ke 22 negara.
Gaya diplomasinya yang cair dan lugas berhasil menciptakan keakraban yang luar biasa dengan para pemimpin dunia. Namun, di balik jabat tangan dan senyuman, pertanyaan besarnya adalah: Apa oleh-oleh nyata untuk Indonesia?
Peta Kunjungan Diplomatik: Menjalin Jejaring dari Timur ke Barat
Peta perjalanan Prabowo mencerminkan strategi yang jelas dan berimbang. Langkah pertamanya adalah mengunjungi dua kutub kekuatan global: Tiongkok (8-9 November 2024) dan Amerika Serikat (10-12 November 2024).
Kunjungan ke Beijing berfokus pada investasi dan ketahanan pangan, sementara kunjungan ke Washington membahas geopolitik global.
Pemilihan ini adalah penegasan konsisten terhadap prinsip politik luar negeri bebas aktif.
Tidak berhenti di sana, peta diplomasi Prabowo meluas dengan kehadirannya di berbagai forum penting:
APEC Summit di Peru, G20 Summit di Brasil, KTT D-8 di Mesir, St Petersburg International Economic Forum (SPIEF) di Rusia, TT BRICS di Brasil.
Fokus utamanya jelas, stabilitas keamanan internasional. Prabowo meyakini bahwa keamanan nasional Indonesia sangat dipengaruhi oleh stabilitas global.
Secara tradisional, Indonesia mengandalkan dua “kartu tawar” utama: populasi besar (hampir 50% total ASEAN) dan kekayaan sumber daya alam (nikel, bauksit, energi, dll.).
Namun, kedua aset ini memiliki kelemahan. Populasi besar tidak diimbangi kualitas SDM yang memadai, sementara kekayaan alam kerap terbentur birokrasi rumit dan ketidakpastian hukum.
Di sinilah gaya komunikasi Prabowo yang lugas menjadi peluang emas. Ia memiliki kemampuan untuk meyakinkan dunia internasional tentang potensi Indonesia, sekaligus memperkenalkan aset baru: Danantara.
Keberadaan Danantera sebagai wadah dana besar adalah game changer. Ini menjadi simbol kapasitas ekonomi Indonesia yang kuat, tidak hanya sebagai pasar atau pemasok bahan mentah, tetapi juga sebagai mitra finansial yang setara.
Melalui Danantara, Indonesia dapat terlibat dalam pendanaan proyek global seperti energi terbarukan dan infrastruktur, yang secara signifikan meningkatkan daya tawar diplomasi.
Hasil Nyata dan Pesan Strategis: Investasi dan Posisi Global Baru
Keakraban diplomasi Prabowo terbukti dalam momen-momen spesial: dari bercanda tentang DNA India bersama Presiden Droupadi Murmu hingga diantar sendiri oleh Raja Abdullah II di Yordania, yang disebutnya “rumah kedua”.
Namun, lebih dari sekadar kehangatan, yang terpenting adalah hasil konkret. Pemerintah mengklaim berhasil mengamankan komitmen investasi senilai US$20 miliar dari Tiongkok, Inggris, Uni Emirat Arab, dan Uni Eropa, serta penyelesaian Perdagangan Bebas Indonesia-Uni Eropa (CEPA) yang tertunda satu dekade.
Yang lebih strategis, pola kunjungan Prabowo menunjukkan arah baru kebijakan luar negeri. Dengan tidak hadir di KTT G7 Kanada dan aktif di BRICS serta SPIEF Rusia, Prabowo ingin menyeimbangkan hubungan dengan semua kekuatan besar tanpa terjerat blok tertentu. Ini adalah reinkarnasi politik bebas-aktif: aktif mencari peluang ekonomi, bebas dari tekanan hegemoni.
Tantangan ke Depan: Realisasi di Dalam Negeri
Meski penuh prestise, publik wajib kritis. Komitmen investasi harus dituntaskan dari MoU menjadi realisasi proyek. Diplomasi yang gencar bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi konsolidasi dalam negeri, seperti perbaikan birokrasi dan kepastian hukum.
Pemerintahan Prabowo harus memastikan diplomasi ini bukan sekadar ‘etalase prestise’, tetapi benar-benar berdampak pada, Pertumbuhan sektor riil, Pembukaan lapangan kerja serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Itulah oleh-oleh sesungguhnya yang dinantikan rakyat Indonesia. Keberhasilan safari diplomatik ini akan diukur dari seberapa besar dampaknya mampu dirasakan oleh masyarakat di dalam negeri.
