Nelayan Natuna Anambas Menjerit Ekonomi Lesu, Ekspor Ikan Hidup Mandek, Pemprov Kepri dan Kemenlu Bergerak Cepat

Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, khususnya bertemu langsung dengan Dirjen Asia Pasifik dan Afrika (Aspasaf), Abdul Kadir Jailani, di Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, khususnya bertemu langsung dengan Dirjen Asia Pasifik dan Afrika (Aspasaf), Abdul Kadir Jailani, di Jakarta, Rabu (9/7/2025).

GURINDAM.ID – Masyarakat pesisir Kabupaten Natuna dan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri), menjerit akibat lesunya ekonomi perikanan. Sektor keramba ikan yang menjadi tumpuan hidup warga terhambat ekspor ke Hongkong pasar utama mereka. Beban hidup semakin berat, sementara akses perdagangan internasional tersendat.

Merespon ini, Wakil Gubernur Kepri, “Nyanyang” Haris Pratamura, mendesak solusi lewat pertemuan dengan Dirjen Asia Pasifik dan Afrika (Aspasaf) Kemenlu, Abdul Kadir Jailani, di Jakarta (9/7/2025).

“Ini darurat, Ekspor ikan hidup penyumbang ekonomi terbesar di perbatasan, tapi kini terhambat isu teknis dan diplomatik,” tegas Wagub Nyanyang.

Pemprov Kepri meminta Kemenlu, buka kembali akses ekspor lewat diplomasi bilateral, Koordinasi lintas kementerian (KKP, Kemendag, Bea Cukai).  Selidiki penyebab kapal pembeli Hongkong berhenti beroperasi.

Dirjen Abdul Kadir Jailani merespons cepat KBRI Beijing ditugaskan investigasi penyebab mandeknya perdagangan.

Diplomasi subnasional akan diperkuat untuk kepentingan daerah.  Eksplorasi kerja sama baru di bidang kelautan, investasi, dan vokasi.

“Kepri adalah wajah Indonesia di perbatasan. Kami prioritaskan solusi untuk nelayan,” ujar Jailani.

KRI Alugoro-405 (belakang) bersandar di Dermaga Faslabuh Selat Lampa Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (6/4/2021)
Dokumen foto Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (6/4/2021) 

Dampak Sosial: Jeritan Warga Perbatasan

Harga ikan lokal anjlok akibat tidak ada pembeli internasional di mana Biaya operasional keramba tak sebanding dengan pendapatan. Perburuk ancaman PHK massal bagi pekerja sektor perikanan.

“Sejak Hongkong berhenti beli, kami terpaksa jual murah ke pasar lokal. Untung tak cukup untuk biaya anak sekolah,” keluh Ahmad, pelaku usaha keramba di Pulau Tiga.

(Grd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *