Bupati Natuna Cen Sui Lan Apresiasi Keberhasilan FPSO Marlin Natuna dan Belanak: Bukti Nyata Karya Anak Bangsa

Floating Production Storage and Offloading (FPSO) Marlin Natuna dan Belanak di perairan Laut Natuna Utara
Floating Production Storage and Offloading (FPSO) Marlin Natuna dan Belanak di perairan Laut Natuna Utara

NATUNA – Bupati Natuna, Cen Sui Lan memberikan apresiasi tinggi atas kehadiran Floating Production Storage and Offloading (FPSO) Marlin Natuna dan Belanak sebagai tonggak sejarah industri migas Indonesia.

Dua fasilitas canggih ini dibangun dengan dominasi tenaga kerja dan komponen dalam negeri, membuktikan kemampuan anak bangsa di sektor energi.

Awalnya berupa kapal tanker biasa, FPSO Marlin Natuna berhasil dikonversi menjadi fasilitas produksi minyak mutakhir oleh para pekerja lokal di galangan PT Dok Warisan Pertama, Batam. Ini menjadikannya FPSO pertama di Indonesia yang sepenuhnya hasil konversi dalam negeri.

Sementara itu, FPSO Belanak telah dikenal sebagai salah satu unit tercanggih di dunia, mampu memproduksi empat jenis hasil tambang, mulai dari minyak mentah hingga naphta.

Proyek migas Forel dan Terubuk di Laut Natuna tidak hanya tentang infrastruktur, tetapi juga semangat 2.300 tenaga kerja lokal, termasuk 1.386 pekerja di Batam, yang membuktikan bahwa Indonesia bisa mandiri di sektor energi.

“Ini bukti kematangan teknologi dan SDM kita di industri hulu migas. Seluruh komponen utama proyek ini dibuat oleh anak bangsa sendiri,” ujarnya.

Senada disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menekankan tantangan geografis proyek yang berlokasi 60 mil dari daratan dengan kedalaman 90 meter:

“Ini wilayah kerja migas paling terjauh di Indonesia, tetapi kita berhasil Ini membuktikan semangat dan ketangguhan putra-putri Indonesia,”  paparnya.

Proyek di Wilayah Kerja South Natuna Sea Block B ini meliputi:  16 platform lepas pantai, 3 lapangan bawah laut, 2 FPSO (Marlin Natuna & Belanak).

Dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi, proyek ini tidak hanya mengandalkan tenaga kerja lokal tetapi juga material seperti pipa dan sistem kontrol dari produsen dalam negeri.

Dengan produksi mencapai 30.000 barel setara minyak per hari (BOEPD), proyek ini menjadi fondasi kuat menuju target produksi 1 juta barel/hari pada 2030.

“Insya Allah, kami sebagai patriot bangsa siap mewujudkan kemandirian energi,” tegas Bahlil.

Keberhasilan Forel dan Terubuk bukan sekadar pencapaian teknis, melainkan bukti nyata kedaulatan energi Indonesia. Proyek ini menjadi inspirasi bagi kemandirian bangsa di sektor strategis.

(Grd)

Editor: Riky rinovsky

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *