GURINDAM.ID – Ilham Kauli, Mahasiswa Doktoral Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang, mengutarakan persoalan terkait Pernikahan siri atau pernikahan yang tidak dicatatkan secara resmi masih menjadi fenomena sosial yang kontroversial di Indonesia.
Meski bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, praktik ini tetap bertahan dengan berbagai alasan, mulai dari faktor agama hingga ekonomi. Lantas, bagaimana konstruksi sosial pernikahan siri terbentuk, dan apa dampaknya bagi masyarakat?
Sebuah analisis bibliometrik terbaru terhadap 25 penelitian (2016–2024) mengungkap bahwa pernikahan siri banyak dibahas dalam tiga konteks utama:
1. Hukum Perkawinan (31%) Ketidaksesuaian antara aturan negara dan realita di lapangan.
2. Hukum Islam (21%) Legitimasi agama yang sering dijadikan alasan.
3. Hak Perempuan & Anak (8%) Dampak sosial yang paling sering dikritik.
“Pernikahan siri bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga cerminan kompleksitas budaya dan ekonomi masyarakat,” jelas Ilham Kauli dalam jurnal diterbitkan.
Tanpa akta nikah resmi, banyak pihak yang dirugikan, terutama Anak Kesulitan mendapatkan akta kelahiran, hak waris, dan akses pendidikan. Perempuan Minim perlindungan hukum saat terjadi perceraian atau KDRT. Pasangan tidak memiliki kepastian hukum atas harta bersama.
Fakta menarik, Faktor ekonomi menjadi alasan utama 65% pasangan memilih nikah siri (biaya mahal & birokrasi rumit).
Peran tokoh agama seperti kyai justru sering memfasilitasi nikah siri, memperkuat praktik ini di masyarakat.
Kebijakan vs. Realita: Solusi Apa yang Mungkin?Pemerintah sebenarnya telah mewajibkan pencatatan nikah sejak 1974. Namun, temuan penelitian menunjukkan bahwa aturan ini belum efektif karena, Sanksi yang lemah bagi pelaku nikah siri. Sosialisasi kurang masif di daerah pedesaan. Biaya pencatatan dianggap memberatkan kalangan menengah ke bawah.
Rekomendasi para ahli, Penyederhanaan birokrasi dan subsidi biaya nikah untuk keluarga kurang mampu. Edukasi hukum melalui tokoh agama dan masyarakat. Perlindungan khusus bagi anak dan istri dalam nikah siri.
Pernikahan siri adalah cerminan ketegangan antara hukum, agama, dan kebutuhan masyarakat. Jika pemerintah ingin mengurangi praktik ini, pendekatannya harus holistik – tidak hanya melalui sanksi, tetapi juga solusi ekonomi dan sosial.
(Grd)