NATUNA – Bupati Natuna, Cen Sui Lan, menerima kunjungan kerja tim investor dari PT Vendoor Eco Batam Indonesia di ruang kerjanya pada Senin (14/4).
Pertemuan tersebut membahas rencana pengembangan proyek hilirisasi tambang pasir kuarsa di Natuna, yang dipaparkan langsung oleh pimpinan perusahaan, Aliang, Jhoni sapari dan Robinson Tan.
PT Vendoor Eco Batam Indonesia, mengcalmp sebagai penggagas Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri di Natuna, berencana memindahkan pabrik smelter pasir kuarsa dari Shandong, China, ke wilayah Natuna.
Langkah ini sejalan dengan wacana pembentukan KEK yang sebelumnya telah diinisiasi oleh Pemda Natuna, namun belum terealisasi.
Dalam pertemuan tersebut, Bupati Cen Sui Lan menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk mempermudah proses perizinan dan memberikan dukungan penuh agar investasi ini dapat segera terwujud.
Beliau juga menyatakan akan segera berkoordinasi dengan Dewan Nasional KEK untuk mempercepat realisasi proyek.
“Saya akan menghadap langsung Bapak Airlangga Hartarto selaku Ketua Dewan Nasional KEK sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, untuk menyampaikan rencana pengembangan investasi KEK ini,” ujar Cen sui lan, kepada media di natuna yang dikenal memiliki hubungan baik dengan Menko Perekonomian, pada Selasa (15/4).
Bupati menambahkan bahwa proyek hilirisasi pasir kuarsa di Natuna merupakan bagian dari implementasi perintah Presiden Prabowo Subianto dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mengenai hilirisasi produk mineral kritis.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah dan nasional, sekaligus mendukung pelarangan ekspor bahan mentah.
“Hilirisasi dan KEK akan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Natuna dan Indonesia, sejalan dengan kebijakan negara untuk menghentikan ekspor sumber daya alam dalam bentuk mentah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Pemda Natuna mendorong PT Vendoor Eco Batam Indonesia untuk segera menyelesaikan proses administrasi guna mempercepat realisasi KEK. “Kami harap Bapak Aliang dan Robinson Tan dapat segera memproses dokumen-dokumen pendukung agar KEK di Natuna dapat segera terwujud,” pungkas Bupati Cen.
Dampak Positif dan Negatif Hilirisasi Pasir Kuarsa Bedasarkan penelusuran literatur di perolehan redaksi Gurindam.id.
1. Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi Pengolahan pasir kuarsa menjadi produk hilir akan meningkatkan nilai jual dan pendapatan daerah.
2. Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Pembangunan smelter dan KEK akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Natuna dan bahan baku baik luar darah maupun lokal di bangun di lokasi smelter.
3. Pengurangan Ketergantungan Impor – Industri dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan bahan baku olahan pasir kuarsa secara mandiri.
4. Pembangunan Infrastruktur Keberadaan KEK akan mendorong pengembangan infrastruktur pendukung di Natuna.
5. Diversifikasi Ekonomi Daerah Natuna tidak hanya bergantung pada sektor migas, tetapi juga berkembang di bidang industri pengolahan mineral.
Berikut adalah analisis dampak negatif dari pembangunan pabrik smelter pasir kuarsa
1. Dampak Lingkungan
Kerusakan Ekosistem, Penambangan pasir kuarsa berpotensi merusak lahan, mengganggu keseimbangan ekosistem darat dan pesisir, serta mengurangi biodiversitas.
Pencemaran Udara dan Air: Proses smelting dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca (CO₂, SO₂) dan limbah cair yang mencemari sungai atau laut jika tidak dikelola dengan baik.
Degradasi Lahan: Aktivitas penambangan berisiko menyebabkan erosi, sedimentasi, dan hilangnya lahan produktif.
Dampak Sosial
Konflik Lahan: Pembebasan lahan untuk pabrik dan tambang berpotensi memicu sengketa dengan masyarakat adat atau pemilik tanah.
Perubahan Gaya Hidup: Industrialisasi bisa menggeser mata pencaharian tradisional (seperti perikanan) dan memicu urbanisasi tidak terkendali.
Kesenjangan Sosial: Manfaat ekonomi mungkin tidak merata, menciptakan ketimpangan antara pekerja pabrik dan masyarakat lokal yang tidak terserap dalam industri.
Dampak Kesehatan Masyarakat
Polusi Udara: Debu silika (SiO₂) dari pengolahan pasir kuarsa berisiko menyebabkan penyakit pernapasan (silikosis) bagi pekerja dan warga sekitar.
Pencemaran Air Bersih: Limbah industri yang mengandung logam berat (jika ada) dapat mencemari sumber air minum.
Ketergantungan pada Sektor Tunggal: Natuna berisiko terlalu bergantung pada industri smelter, sehingga rentan jika terjadi fluktuasi harga komoditas global.
Biaya Remediasi Lingkungan: Jika terjadi kerusakan lingkungan, biaya pemulihan akan sangat besar dan seringkali dibebankan ke pemerintah/publik.
Pelanggaran AMDAL, Proyek berisiko dilaksanakan tanpa analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang ketat, terutama jika ada percepatan perizinan.
Korupsi dan Transparansi: Maraknya insentif investasi dapat memicu praktik korupsi dalam pengelolaan izin atau dana CSR.
Dengan komitmen kuat dari pemerintah daerah dan investor, proyek KEK dan hilirisasi pasir kuarsa di Natuna diharapkan dapat segera terwujud, membawa kemajuan ekonomi yang berkelanjutan bagi wilayah tersebut, paling terpenting aspek keselamatan dalam eksploitasi harus terjaga.
(Grd/red)