NATUNA, Kepulauan Riau – Malam Minggu (11/4) menjadi begitu istimewa bagi ribuan masyarakat Kabupaten Natuna. Pantai Piwang yang biasanya tenang berubah menjadi pusat keramaian dan kegembiraan berkat pertunjukan spektakuler Reog Ponorogo.
Dengan dua buah reog yang memukau, warga dari berbagai usia larut dalam keindahan seni tradisional asal Jawa Timur itu. Tak hanya sekadar hiburan, acara ini juga menjadi sarana silaturahmi dan penguatan persaudaraan di tengah masyarakat Natuna yang majemuk.
Pertunjukan dibuka dengan Tari Japin, sebuah tarian tradisional jawa yang dimainkan oleh para siswa setempat. Dengan busana warna-warni dan gerakan lincah, mereka membawa energi keceriaan sejak awal. Tak lama setelah itu, iringan musik tradisional Jawa mengalun, mengundang kehadiran Kuda Lumping yang menambah semarak suasana.
Namun, puncak acara terjadi ketika dua kelompok Reog Ponorogo tampil dengan gagah. “Singo Mudo” dan “Singo Budoyo” – dua karakter utama dalam kesenian Reog – mencuri perhatian penonton. Topeng besar dengan hiasan bulu merak yang megah digoyangkan dengan lincah oleh para penari, menunjukkan kekuatan dan keahlian luar biasa.
Agus, atau akrab disapa Goseng salah satu pemain Reog, mengungkapkan kebahagiaannya bisa menghibur masyarakat Natuna. “Ini pengalaman yang sangat berkesan. Lihat senyum dan tepuk tangan penonton, semua lelah terbayar,” ujarnya sambil tersenyum.
Di balik kesuksesan acara ini, ada peran besar Sarbini, dan Agus tokoh paguyuban Ponorogo asal Desa Gunung Putri, Natuna. Sejak lama, ia berkomitmen memperkenalkan Reog Ponorogo kepada masyarakat Natuna.
“Reog bukan sekadar pertunjukan, tapi juga alat pemersatu. Lewat kesenian ini, kita bisa jalin silaturahmi yang erat,” kata Sarbini. Ia juga menjelaskan bahwa Reog sering dihadirkan dalam acara halal bi halal, pernikahan, atau festival budaya untuk memperkenalkan kekayaan seni Jawa kepada masyarakat Natuna yang beragam.
Kepala Desa Batubi Muslim, yang turut hadir di Pantai Kencana, mengapresiasi inisiatif ini. “Ini bukti bahwa seni tradisional bisa menjadi jembatan antar budaya. Masyarakat sangat antusias, baik tua maupun muda,” ujarnya.

Malam Keakraban di Pantai Piwang
Suasana makin meriah ketika penonton diajak berinteraksi. Anak-anak kecil berusaha mendekati para pemain Reog, sementara orang tua terlihat ikut bergoyang mengikuti irama musik. Beberapa warga bahkan mencoba memakai topeng Reog untuk berfoto, menciptakan momen lucu dan hangat.
“Ibu saya asli Ponorogo, jadi melihat Reog di sini seperti membawa pulang kenangan masa kecil,” kata Rina, salah satu pengunjung. Sementara itu, Ali, seorang nelayan, mengaku baru pertama kali melihat Reog secara langsung. “Sangat mengagumkan!Tidak menyangka di Natuna ada pertunjukan sehebat ini,” ujarnya takjub.
Acara ini menjadi bukti bahwa kesenian tradisional mampu menembus batas geografis dan budaya. Reog Ponorogo, yang berasal dari Jawa, ternyata bisa diterima dan dinikmati oleh masyarakat Natuna yang memiliki budaya Melayu yang kental.
Hal ini sejalan dengan pesan yang ingin disampaikan Sarbini dan paguyubannya. “Kita berbeda suku, tapi satu dalam kebhinekaan. Seni adalah bahasa universal yang menyatukan kita semua,” tegasnya.
Sebagai penutup, pertunjukan ditutup dengan lantunan musik khas horeg, mengukuhkan malam itu sebagai malam penuh kebersamaan. Ribuan orang pulang dengan hati gembira, membawa kenangan manis tentang sebuah Malam Minggu yang berbeda – di mana seni, budaya, dan persaudaraan bersatu di atas pasir Pantai Piwang.
Dampak Positif bagi Masyarakat
1.Mempererat Silaturahmi Acara seperti ini menjadi ajang berkumpulnya warga dari berbagai desa, memperkuat ikatan sosial.
2. Pengenalan Budaya Jawa – Bagi masyarakat Natuna yang mayoritas Melayu, Reog Ponorogo menjadi wawasan baru tentang kekayaan budaya Indonesia.
3. Meningkatkan Pariwisata – Event semacam ini bisa menjadi daya tarik wisatawan, baik lokal maupun luar daerah.
4. Mendorong Kreativitas Anak Muda – Dengan melibatkan siswa dalam Tari Japin, minat generasi muda terhadap seni tradisional semakin tumbuh.
Sarbini berharap acara seperti ini bisa diadakan lebih sering, bahkan mungkin menjadi agenda tahunan Kabupaten Natuna. “Kami ingin Reog tidak hanya dikenal di Jawa, tapi juga di seluruh Indonesia, termasuk Natuna,” pungkasnya.
Malam itu, di bawah langit berbintang Pantai Piwang, ribuan orang menyaksikan betapa indahnya persatuan dalam keberagaman. Dan Reog Ponorogo, dengan segala keagungannya, telah menjadi simbol kebanggaan bersama – sebuah warisan budaya yang terus hidup, mengalir dari generasi ke generasi dibawah pemerintahan Bupati Natuna Cen Sui lan dan wakil Bupati Jarmin dengan semangat harmonis.
(Jrg)