JAKARTA – Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono mengungkapkan bahwa proses pembelian drone Anka dari Turki telah memasuki tahap akhir, tinggal menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait pendanaan.
Kontrak pengadaan drone tersebut sebenarnya telah ditandatangani pada tahun 2023, ketika Presiden Prabowo Subianto masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).
“Konsep draf pengadaannya sudah siap, hanya tinggal menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan untuk pendanaannya,” kata Tonny dalam keterangannya di Markas Besar TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, belum lama ini.
Meskipun drone Anka belum tiba di Indonesia, TNI AU telah menyiapkan rencana strategis untuk menempatkan pesawat nirawak tersebut di wilayah Laut Natuna Utara.
Drone produksi Turkish Aerospace Industries (TAI) ini rencananya akan menggantikan drone CH-4 Rainbow buatan China yang saat ini digunakan oleh TNI AU. Namun, jumlah unit Anka yang akan dibeli oleh Indonesia masih belum dipastikan.
Pengadaan drone Anka ini tidak lepas dari situasi geopolitik di kawasan Laut Natuna Utara, yang menjadi area sengketa antara Indonesia dan China. Konflik tersebut muncul akibat klaim China atas wilayah tersebut berdasarkan peta Nine Dash Line, yang bertentangan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Tonny menegaskan bahwa kehadiran drone Anka akan memperkuat kemampuan patroli udara TNI AU di wilayah tersebut.
“Nanti dengan kedatangan pesawat terbang tanpa awak yang buatan Turkiye, rencananya akan ditempatkan di Natuna menggantikan CH-4,” ujarnya dalam kesempatan terpisah.
Drone Anka merupakan pesawat nirawak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) yang diproduksi oleh Turkish Aerospace Industries (TAI). Drone ini memiliki panjang 8,6 meter, lebar sayap 17,5 meter, dan tinggi 3,25 meter. Dengan bobot maksimal 1.600 kilogram (kg), Anka mampu terbang dengan kecepatan maksimal 217 kilometer per jam.
Salah satu varian yang akan diadopsi oleh TNI AU adalah Anka Blok-B. UAV ini memiliki daya tahan terbang lebih dari 24 jam, kapasitas muatan 200 kg, dan dapat beroperasi di ketinggian maksimum 30 ribu kaki.
Keunggulan lainnya adalah kemampuan pengendalian melalui satelit, yang memungkinkan drone ini menjalankan misi dengan jangkauan ribuan kilometer.
TAI juga telah mengembangkan varian lebih canggih, yaitu Anka-S, yang dilengkapi dengan sistem kontrol satelit dan kemampuan misi yang lebih luas. Selain itu, TAI sedang mengembangkan drone tempur stealth berdesain flying wing, Anka-3, yang mampu membawa bom berpemandu GPS/INS produksi Aselsan dengan kapasitas 650 kg.
Kehadiran drone Anka diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pertahanan dan pengawasan TNI AU, terutama di wilayah perbatasan yang rawan konflik seperti Laut Natuna Utara.
Drone ini dirancang untuk melakukan misi pengintaian, pengawasan, dan patroli udara dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat memberikan data real-time kepada pusat komando TNI AU.
Selain itu, Anka juga dilengkapi dengan sistem senjata yang memungkinkannya untuk melakukan serangan presisi terhadap target tertentu. Hal ini menjadikan drone ini sebagai aset strategis yang dapat digunakan untuk mendukung operasi militer baik dalam situasi konflik maupun non-konflik.
Meskipun kontrak pengadaan drone Anka telah ditandatangani pada tahun 2023, proses realisasinya masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) tidak hanya melibatkan aspek teknis dan operasional, tetapi juga aspek finansial dan birokrasi.
Tantangan lain yang mungkin dihadapi adalah integrasi drone Anka dengan sistem pertahanan yang sudah ada di TNI AU. Proses pelatihan personel dan pemeliharaan peralatan juga menjadi faktor penting yang harus dipersiapkan secara matang.
Dampak Strategis bagi Pertahanan Nasional
Pengadaan drone Anka dari Turki ini merupakan bagian dari upaya modernisasi alutsista TNI AU, yang sejalan dengan visi pemerintah untuk memperkuat pertahanan nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah melakukan sejumlah pembelian alutsista dari berbagai negara, termasuk pesawat tempur, kapal perang, dan sistem pertahanan udara.
Kehadiran drone Anka diharapkan dapat memberikan dampak strategis bagi Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan keamanan di kawasan Laut Natuna Utara. Dengan kemampuan pengawasan dan serangan yang dimilikinya, drone ini dapat menjadi deterrence (penangkal) terhadap ancaman dari pihak lain.
Pembelian drone Anka juga mencerminkan semakin eratnya hubungan bilateral antara Indonesia dan Turki, khususnya di bidang pertahanan. Turki, melalui Turkish Aerospace Industries, telah menjadi salah satu pemain utama dalam industri pertahanan global, dengan produk-produk berkualitas tinggi seperti drone Anka.
Kerjasama ini tidak hanya memberikan manfaat bagi Indonesia dalam hal penguatan pertahanan, tetapi juga membuka peluang bagi kedua negara untuk meningkatkan kerjasama di bidang teknologi, industri, dan pertahanan di masa depan.
Artikel ini disusun berdasarkan informasi dari berbagai sumber terkait pengadaan drone Anka oleh TNI AU dan analisis dampaknya terhadap pertahanan nasional dirangkum Gurindam.id